Bandung
11:25 PM
- Ahmada Reynand Faeyza-
Empat bulan pernikahan, semuanya berjalan dengan baik, dan ku harap akan selalu baik. Ayyara juga sekarang tengah di sibukkan dengan pekerjaannya, hingga beberapa kali kami harus menginap di rumah sekaligus tempat kerja Ayyara. Aku memaklumi dia yang ingin bekerja secara profesional dan juga bekerja semaksimal mungkin.
Aku tidak akan memebatasi ruang Ayyara untuk bergerak. Ayyara menyukai pekerjaannya dan semua rutinitas yang ia lakukan akhir-akhir ini, termasuk mengikuti kegiatan kelompok ibu-ibu kompleks seperti pengajian, arisan, dan kegiatan sosial lainnya.
“Mas, pulangnya bisa belanja bulanan dulu gak? Aku ada pengajian sore ini soalnya.” Ayyara berjalan kearah ku sambil membetulkan ikatan rambutntya.
Banyak yang berubah dalam empat bulan ini, salah satunya panggilan Ayyara kepada ku. Aku harus berterimakasih kepada mbak Vina yang mengomeli Ayyara karena memanggil suaminya dengan Nama saja tanpa embel-embel ‘mas’ di depannyya. Awalnya Ayyara geli memanggil itu, tapi sepertinya dia sudah terbiasa sekarang.
“Daftar belanjaannya ada yang nambah gak? Atau ada yang di kurangin?” Tanyaku `
“Oh iya, hampir lupa aku. Beli buat bahan kue ya, soalnya minggu depan arisannya giliran di rumah kita.” Ayyara membawa kertas berisi daftar belanjaan yang hampir bisa ku hafal semuanya. “Ini, terigu, telor belinya di tambah, sama minyak goreng juga.”
“Ya udah, aku berangkat ya.” Ayyara mencium punggung tanganku lalu aku yang mengecup keningnya cukup lama.
Mbak Vina juga tidak hanya mengomeli Ayyara saja, dia juga mengomeli ku karena aku yang menggunakan kata ‘saya’ untuk menunjuk diri sendiri. Kakak ipar ku yang satu itu memang apabila sudah bertitah maka tak bisa di bantah.
Mengingat semua hal dalam empat bulan yang sudah kami lalui, memang ada sedikit pertengkaran kecil. Seperti Ayyara yang marah ketika aku memintanya untuk memindahkan semua peralatan kerjanya ke rumah, tapi Ayyara tidak mau mencampur adukkan urusan pekerjaan dan urusan rumah.
Maka aku mengalah ketika dia mendiamkan ku dua hari dan membiarkannya bekerja di rumahnya yang dulu. Walau memang jarak antara rumah kami dan rumahnya yang dulu tidak terlalu jauh, tapi aku khawatir jika dia kelelahan dan masih harus mengurus rumah, memasak dan lain sebagainya.
Juga jangan lupa ketika Ayyara marah ketika aku ingin mempekerjakan satu asisten rumah tangga, dia bersikeras untuk mengurus semuanya sendiri, termasuk semua kebutuhan ku. Lagi, aku mengalah, karena Ayyara bilang dia menyukai semua aktivitasnya ini. aku tahu dia memang selalu mengerjakan semuanya sendiri, mungkin itu sudah menjadi kebiasaannya sedari dulu, aku harus memahami semua itu.
*-*
Sepulangnya dari klinik, aku bergegas menuju supermarket untuk membeli semua daftar belanjaan yang telah Ayyara berikan. Aku membeli peralatan mandi, kebutuhan Ayyara, sayur, buah, bumbu-bumbu dapur, daging, ikan dan bahan-bahan kue yang jangan sampai terlupakan.
Setelah ku rasa semua sudah lengkap aku membawa semua belanjaan itu ke kasir untuk membayarnya. Ketika hendak menuju parkiran, aku berpapasan dengan Kala. Penampilannya jauh dari seperti terakhir kami bertemu, rambutnya yang memenjang di ikatnya dengan satu kuciran.
“Mada.” Panggil Kala.
“Apa kabar Kal?” Tanya ku sambil menyalami nya.
Dia hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan ku. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Hmm, bisa bicara sebentar?”