GENG MOTOR VS ANAK KEBANGGAAN BIMASAKTI

Wiza chaisarin
Chapter #10

9. JADIAN

"Lo jadi pacar gue!"

Deg!

Aurora terdiam seketika setelah mendengar satu kalimat tegas yang keluar dari mulut Galaksi. Detak jantungnya berdetak dua kali lebih cepat ketika mendengar kata kata itu. Aurora tau jika saat ini Galaksi benar benar mengharapkannya. Karena ini adalah yang ketiga kalinya Galaksi meminta agar dirinya mau menjadi pacar lelaki itu.

Aurora juga teringat akan janjinya kepada Galaksi semalam ketika lelaki itu sedang tidak sadarkan diri. Gadis itu menghela nafasnya kasar lalu mengalihkan tatapannya kepada Galaksi. Aurora menatap kedua bola mata cokelat gelap yang ada di hadapannya itu. Ia bisa melihat adanya keseriusan di kedua mata Galaksi.

Akan tetapi di saat yang sama, sekelibat bayangan masa lalu kembali menghantui pikiran Aurora. Beberapa memori di masa lalunya kembali terngiang di kepala gadis itu. Aurora memejamkan kedua matanya sejenak. Tiba tiba saja, wajah Dio muncul kembali di dalam ingatannya sehingga membuat Aurora semakin kesulitan untuk menentukan pilihannya.

Saat ini, pikiran dan juga hatinya sedang berperang dan bertolak belakang. Pikirannya menyuruh ia agar memilih Dio karena banyaknya kenangan yang telah mereka alami bersama masih terputar di dalam sana. Akan tetapi, hatinya malah terus menyuruh ia agar memilih Galaksi.

Sebuah sentuhan hangat dari Galaksi langsung membuat Aurora refleks menoleh. Lelaki itu menghembuskan nafasnya perlahan sambil mengusap lembut tangan Aurora yang ada di genggamannya.

"Kalau lo nggak mau, nggak papa kok Ra. Gue ngerti, gue emang nggak pantes buat lo." Ujar Galaksi sambil memaksakan senyumnya kepada Aurora.

Aurora meringis ketika melihat Galaksi yang sedang tersenyum seperti itu kepadanya. Aurora tau jika itu adalah senyum keterpaksaan yang di berikan Galaksi untuk menutupi rasa kecewa dari lelaki itu. Ia juga merasa sangat bersalah karena telah menyakiti perasaan Galaksi. Bukan hanya sekali, tapi berkali kali.

Aurora masih belum bisa menerima Galaksi. Ia tau jika ia sudah berjanji agar mau menjadi pacar Galaksi. Akan tetapi, hal itu terasa sangat sulit bagi dirinya. Gadis itu masih teringat saat Dio pergi meninggalkannya. Memori itu masih terus melekat di kepalanya dan sulit untuk di hilangkan. Ia butuh waktu. Untuk berusaha melupakan Dio, dan mulai mencoba untuk membuka hatinya untuk Galaksi.

Galaksi bangkit berdiri dari duduknya. Tercetak jelas adanya raut kekecewaan di wajah tampan lelaki itu. Galaksi menghembuskan nafasnya kecewa. Sudah tidak ada lagi kesempatan bagi dirinya agar bisa memiliki gadis ini.

Galaksi mengulurkan satu tangannya lalu mengusap lembut puncak kepala Aurora. Lelaki itu tersenyum sambil menatap lama bola mata yang indah itu.

"Nggak papa Ra. Gue tau kalo lo pasti nggak akan pernah mau untuk jadi pacar gue. Gue nggak maksa lo Ra. Karena gue tau, gue emang nggak pantes buat lo. Gue bukan cowok yang manis, romantis, ataupun pengertian kayak cowok cowok yang ada di luar sana. Tapi satu yang harus lo tau dari gue," Galaksi mendekatkan wajahnya ke arah Aurora untuk membisikkan sesuatu kepada gadis itu.

"Gue udah mulai sayang sama lo Ra." Tubuh Aurora seketika mematung saat mendengarnya. Gadis itu menoleh dan tatapannya langsung bertemu dengan kedua bola mata cokelat itu lagi. Tubuh Aurora bergetar ketika melihat adanya garis kekecewaan yang tergambar jelas di kedua mata Galaksi.

"Tapi kalo lo emang nggak mau gue hadir di kehidupan lo, gue akan pergi. Semoga lo bahagia ya Ra... Gue berharap, mungkin suatu saat nanti ada seorang cowok yang lebih pantas untuk bikin lo bahagia. Dan itu bukan gue."

Galaksi kembali berdiri lalu tersenyum kecil kepada Aurora. Lelaki itu berbalik lalu langsung berlalu pergi meninggalkan Aurora yang masih terdiam dengan pikiran yang berkecamuk. Saat ini, gadis itu sedang berada di ambang kebingungan. Antara memilih untuk tetap setia menunggu Dio, atau membuka hatinya kepada Galaksi.

Galaksi terus melangkahkan kakinya meninggalkan Aurora. Dalam hatinya, lelaki itu terus berharap agar Aurora akan menghentikannya. Namun sayangnya, itu hanyalah sebuah harapannya yang tidak akab tergapai sampai kapanpun.

"Lo emang bukan takdir gue Ra. Tapi gue ikhlas buat ngelepasin lo. Semoga bahagia Rara..." Ucap Galaksi pelan sambil tersenyum pahit.

Derap langkahnya terdengar nyaring di sepanjang koridor rumah sakit yang sangat sepi. Galaksi mengepalkan kedua tangannya untuk meredam rasa kecewanya. Hatinya sakit bagaikan tertusuk beribu ribu pisau. Ingatannya tentang Lala kembali terekam di pikirannya. Ini adalah yang kedua kalinya ia merasa kehilangan dua orang perempuan yang sangat ia sayangi.

Selamat ting-

"Gal."

Tiba tiba saja langkah kaki Galaksi terhenti ketika merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Lelaki itu menurunkan pandangannya menatap dua tangan yang sedang melingkar di pinggangnya.

Galaksi langsung membalikkan badannya lalu tersenyum kecil saat menemukan Aurora yang sedang menangis tersedu sedu sambil menatapnya. Lelaki itu terkekeh pelan saat melihat wajah Aurora yang terlihat sangat berantakan dengan hidung dan mata yang sudah memerah karena gadis itu banyak menangis hari ini.

Aurora langsung memeluk Galaksi erat sehingga membuat lelaki itu sedikit terhuyung ke belakang karena belum siap dengan serangan yang tiba tiba dari Aurora.

"Jangan pergi Gal." Isak Aurora di dalam dekapan hangat Galaksi.

Galaksi tersenyum sambil mengelus lembut surai panjang milik Aurora. Ternyata perjuangannya selama ini tidak sia sia sama sekali. Galaksi merasa sangat bahagia karena akhirnya ia berhasil meluluhkan hati Aurora yang tak tersentuh. Impiannya untuk memiliki gadis ini akhirnya tergapai juga setelah perjuangan panjangnya.

"Kutub." Panggil Aurora membuat Galaksi terkekeh pelan. Dasar Nenek Lampir!

"Iya, kenapa Tuan Putri?" Jawab Galaksi lembut membuat pipi Aurira merona.

"Ish! Apaan sih Tub, sejak kapan lo jadi tukang gombal kek gini! Jangan jangan, lo kena virusnya si Verguso ya?" Galaksi tertawa mendengarnya.

"Ra."

"Napa Tub?"

"Lo mau nggak jadi pacar gue?"

"Emmm... gimana ya?" Aurora mengetukkan jarinya di dagu dengan gaya berpikir membuat Galaksi menggigit bibir bawahnya cemas dengan jawaban yang akan di berikan oleh gadis ini.

Aurora terkekeh melihat raut wajah cemas dari Galaksi. Menurutnya, lelaki itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan saat merasa cemas seperti ini.

Lihat selengkapnya