Aurora berjalan cepat berusaha menghindar dari Galaksi yang masih saja mengejarnya. Gadis itu berdecak kesal karena Galaksi yang masih saja membuntutinya.
"Ra!" Panggil Galaksi namun hanya diacuhkan oleh Aurora.
"Ra, kamu marah sama aku?" Tanya Galaksi membuat Aurora langsung menghentikan langkahnya. Aurora menatap tajam Galaksi dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.
"Menurut lo?" Tanya Aurora balik. Galaksi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal bingung harus menjawab apa. Sepertinya gadis ini memang benar benar marah kepadanya.
"Yaudah." Jawab Galaksi.
Aurora mengernyitkan dahinya. "Yaudah apanya?" Tanya Aurora.
"Yaudah marah aja. Aku enggak bakalan ngambek kok sama kamu."
Aurora melongo saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Galaksi. Ingin sekali rasanya ia menjambak rambut lelaki yang ada di hadapannya ini. Sebenarnya cowok spesies apa yang sedang ia ajak bicara saat ini?
Aurora dengan cepat langsung membalikkan tubuhnya dan segera berlari menuju salah satu taman yang ada di seberangnya. Mata Aurora berbinar ketika menemukan seorang penjual es krim yang sedang berhenti di pinggir jalanan. Gadis itu merasa sangat senang karena akhirnya telah berhasil menemukan obat penawar dari kemarahannya. Aurora memiliki kebiasaan jika ia sedang marah atau bad mood, es krim dan cokelat adalah jawabannya.
Dengan cepat, Aurora segera menghampiri penjual Es krim tersebut. Bahkan gadis itu tidak lagi memperdulikan Galaksi yang masih mengekor di belakangnya. Yang ada di kepalanya hanya es krim, es krim, dan es Kutub. Eh ralat, apaan tuh es Kutub? Enggak kenal gue!
"Mbak saya pesen es krim rasa cokelatnya satu ya!" Ucap Aurora dengan semangat '45.
"Baik kak, tunggu sebentar ya."
Aurora mengangguk lalu merogoh saku bajunya untuk mengambil uang miliknya. Aurora mengernyitkan dahinya heran ketika tidak menemukan satu lembar uang pun di dalam sakunya.
"Kok kantong gue kosong ya?" Heran Aurora.
Gadis itu berpikir keras mencoba mengingat dimana uangnya berada. Aurora menepuk jidatnya keras ketika baru teringat sesuatu.
Aurora berdecak. "Etdah! Gue baru inget kalo duit gue udah pindah ke kantongnya Pak Jenggot. Jadi gimana dong gue bayar es krimnya?" Gerutu Aurora kesal.
"Kak, ini es krimnya." Suara dari sang penjual langsung membuyarkan lamunan Aurora. Gadis itu tersenyum canggung kepada sang penjual dengan kedua mata yang bergerak gelisah.
Tiba tiba sebuah ide terlintas di kepalanya. Aurora dengan cepat langsung membalikkan badannya lalu tersenyum lega ketika mendapati Galaksi yang masih menunggu di belakangnya.
Aurora berjalan mendekat,sehingga membuat Galaksi langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel yang masih berada di genggaman tangannya. Pria itu tersenyum ketika melihat Aurora yang sudah mau menghampirinya.
"Kenapa Ra?" Tanya Galaksi lembut.
Aurora menggigit bibir bawahnya. Ia merasa malu untuk mengungkapkan keinginannya kepada Galaksi. Aurora menghela nafasnya panjang berusaha untuk meyakinkan dirinya. Lo pasti bisa Ra! Demi es krim!
"Gal, gue mau pinjem duit lo." Ujar Aurora setengah berbisik.
"Hah? Apa?" Tanya Galaksi, Aurora berdecak kesal. Sebenarnya lelaki ini memang benar benar tidak kedengeran atau memang pura pura tuli sih?
"Gue pinjem duit lo." Ujar Aurora mengulangi ucapannya dengan penuh penekanan di setiap kata katanya.
Galaksi tersenyum miring. "Apaan sih Ra? Aku nggak kedengeran, kamu ngomongnya gedean dikit lah."
Aurora mendengus kesal dengan kedua tangan terkepal kuat. Aurora mengelus dadanya berusaha sabar menghadapi siluman alien satu ini.
"Gue pinjem duit lo Galaksi Ivander!"
"Apa Ra? Kamu mau pinjem ginjal aku? Yah! Jangan dong Ra, nanti aku nafasnya pake apa?"
Aurora tak bisa lagi menahan kekesalannya. Amarahnya sudah meluap karena ulah Kutub es satu ini.
"GUE BILANG, GUE MAU PINJEM DUIT LO KUTUB SELATAN! BUKANNYA GINJAL LO!" Teriak Aurora kehilangan kesabaran. Gadis itu mengumpat kesal karena teriakannya barusan berhasil mengundang perhatian semua orang yang ada di taman.
Aurora menatap Galaksi tajam. Aurora menggertakkan giginya saat melihat Galaksi yang sedang asik tertawa keras karena telah berhasil membuatnya malu.
"Puas lo hah?" Aurora menatap Galaksi sinis, lalu segera beranjak pergi meninggalkan lelaki sialan itu. Moodnya untuk makan es krim sudah menghilang entah kemana gara gara makhluk siluman bernamakan Galaksi itu.
Aurora menghentak hentakkan kedua kakinya kesal. Mengapa Galaksi jadi sangat menyebalkan seperti ini?
Aurora melipat kedua tangannya di depan dada, gadis itu memilih duduk di sebuah bangku taman yang kosong. Aurora menarik nafasnya dalam berkali kali, berusaha untuk meredam segala amarahnya kepada manusia yang memiliki status sebagai pacarnya itu.
"Si Kutub itu manusia spesies apaan sih? Dia itu manusia batu paling nggak peka sedunia!" Geram Aurora.
Ekhmm!
Aurora menoleh kearah sampingnya ketika mendengar suara sebuah deheman. Aurora langsung membuang tatapannya ketika tahu siapa orang yang ada di sampingnya itu. Ya, dia adalah si manusia batu tidak peka, Galaksi Ivander.
"Ngapain lo di sini?" Sinis Aurora tanpa melihat Galaksi sedikit pun.
Galaksi terkekeh pelan lalu mendudukkan dirinya tepat di samping Aurora. Galaksi memperhatikan wajah Aurora dari samping. Lelaki itu tersenyum saat melihat paras cantik gadisnya itu.
Wajah cantik Aurora bagaikan candu untuk Galaksi. Lelaki itu tak pernah bosan sama sekali untuk selalu menatap paras indah gadis ini. Dari sudut mana pun Aurora dilihat, perempuan ini pasti selalu cantik.
Galaksi mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut puncak kepala Aurora.
"Ra." Panggil Galaksi lembut.
"Enggak usah panggil panggil gue!" Balas Aurora sok kesal. Gadis itu menggigit bibir bawahnya gugup, jantungnya berdetak kencang. Sebenarnya di dalam hati, Aurora merasa sangat gugup ketika Galaksi sedang membelai rambutnya seperti ini. Sial! Lelaki itu selalu saja tau bagaimana cara untuk meruntuhkan pertahanannya.
"Rara, kamu kenapa sih?"
Aurora mengepalkan kedua tangannya. Kenapa? Lelaki ini bertanya kenapa? Hei! Itu adalah pertanyaan paling konyol di dunia ini yang pernah ia dengar. Aurora di buat kesal sendiri karena tingkah lemot Galaksi ketika menghadapi perempuan. Pria di hadapannya ini bukan hanya menyebalkan, tapi ketidak pekaannya juga berada di tingkat bawah! Ralat, paling bawah!