Genius Insane

Ilma Ilhami
Chapter #4

Semester 1

Pagi dengan dinginnya merangsek menyentuh bagian-bagian epidermis akibat ulah hujan sewaktu dini hari, kini mereka terima dinginnya di pagi hari usai hujan reda mengguyur bagian bumi. Namun, alih-alih dingin yang dirasa, mereka sekarang malah harap-harap cemas menantikan pengumuman yang sekarang waktu hantarkan mereka di penghujung semester satu. Kecemasan siswa kala itu saling bertendensi karena pembagian rapor. Jangan heran persaingan di sekolah ini sangat ketat, karena persaingan inteleknya yang bermutu. Beberapa dari mereka ada yang melayangkan tanya pada isi kepala menyoal siapa yang berada di peringkat atas di kelasnya masing-masing, namun tak sedikit juga dari mereka yang hanya ingin segera menerima rapor itu di tangan dan menyudahi formalitas ini.

Wali kelas pun masuk dengan dua siswa laki-laki yang membawa tumpukan rapor di belakangnya. Secarik kertas ia bacakan kepada murid-murid yang terduduk manis di kursi, mengumumkan perihal durasi libur sekolah dan kemudian dilanjut dengan pengumuman yang selama ini mereka tunggu—pengumuman peringkat. Wali kelas telah menyebutkan peringkat orang yang memasuki 10 besar, dan tibalah pada peringkat 3 teratas. Ternyata Helena Tanisa menduduki peringkat 3, Firham Fahabna Putra menempati peringkat 2, dan peringkat satu yang membikin kuriositas dari kepala mereka terjawab, bahwa orang yang mendapat peringkat pertama itu adalah Chandia Kaneta. Tepuk tangan pun memenuhi kebisingan ruangan, saling bersahutan menggema dia kelas MIPA satu.

Setelah pengumuman selesai dan wali kelas masing-masing mengizinkan untuk pulang. Anak-anak berdesakan keluar dari ruangan. Tidak sedikit dari mereka yang mengucapkan selamat pada Anet atas pencapaiannya meraih peringkat pertama di semester satu ini.

Kini pintu tidak terlalu padat dijejali oleh orang-orang atau bahkan terlalu lengang dilewati angin dingin, mungkin beberapa orang telah keluar dari ruangan. Ketika Anet hendak bergegas untuk meninggalkan ruangan, tiba-tiba seorang gadis menghampiri dirinya. Mengulurkan tangan dengan jarinya yang lentik untuk mengucapkan selamat dan menunggu balasan salam dari Anet. Anet pun melirik siapa si pembicara yang memberi ucapan selamat itu padanya, dengan tersenyum Anet pun membalas uluran gadis itu dan berujar, “Makasih ya Hel.”

Mereka pun bersamaan untuk meninggalkan kelas dan selingi keheningan dengan beberapa obrolan ringan dengan kaki yang terus melangkah hantarkan mereka keluar dari sekolah.

“Lo, mau ikut lomba apa An semester dua nanti,” tanya Helena awali obrolan mengenai lomba. Kalian tahu Helena ini berbakat di bidang seni semenjak dulu. Ia sering menjadi perwakilan sekolahnya mengikuti festival nyanyi dan seni tari, ia juga berprestasi di bidang akademik, hingga sekolah selalu mendapati medali-medali seni karenanya. Helena juga mengimbangi prestasi di kelasnya dengan mendapat peringkat pertama. Tidak heran bahwa ia pantas dijadikan kandidat dalam beasiswa ini. Mungkin kali pertama dia sekarang mendapat posisi ketiga karena Anet telah menduduki peringkat yang dahulu selalu ia raih.

“Kayanya sih gue mau ikut lomba karya tulis ilmiah sama OSK nanti. Lo sendiri gimana?” Anet balas bertanya pada perempuan yang ikatannya mengikat semua rambutnya menjadi satu dan tinggi badannya yang lebih pendek lima sentimeter dengannya.

“Mungkin gue antara ikut lomba vokal atau tari, tapi bingung juga sih harus pilih yang mana,” balasnya dengan menyampirkan tas selendangnya yang hampir merosot ke bahu.

“Kok antara sih Hel? Ikutan dua-duanya aja, lagian Lo kan berbakat di seni juga. Kemarin Lo dapet satu medali emas sama satu perak kan dari vokal sama tari. Kan keren tuh kalo misal ikut lomba dua-duanya juga.”

“Kerenan Lo lah An, dapet tiga medali emas sekaligus di semester 1. Apalagi sekarang Lo dapet peringkat pertama. Bukan gak mau juga sih, tapi emang gue takut gak bisa mengimbangi sama pelajaran di kelas. Lo tahu kan ini beasiswa cuman buat seorang. Kalo tiga dari kita gak lolos, ya kemungkinan besar bakal kuliah disini. Syarat masuk universitas disini juga gak liat lomba doang kan, tapi harus balance sama nilai.”

Saat mereka berjalan beriringan, tiba-tiba gadis lain menghampiri mereka dan ternyata itu adalah Jane.

“Lo dapet peringkat pertama kan An? Selamat ya,” ucap Jane yang uluran tangannya dibalas Anet.

“Makasih Jane, Lo juga dapet peringkat satu juga kan. Eh by the way Lo tau dari mana kalo gue dapet peringkat satu?”

Lihat selengkapnya