Waktu perlombaan pun dimulai. Anet mengikuti lomba ini dengan tubuh yang kurang sehat, tapi dia memaksakan diri untuk ikut andil dalam lomba itu. Dia harus bersaing dengan peserta lainnya termasuk Firham yang berpengalaman dalam olimpiade komputer ini. Tantangan terberat baginya harus bisa kalahkan Firham dan menstabilkan rasa sakit kepalanya.
Lomba pun berlangsung, ini adalah lomba terakhir yang dia ikuti sebagai penghujung dirinya di akhir semester, dan sebagai penentu sebagai pemenang untuk beasiswa itu. Anet mengerjakan soalnya dengan kepala yang seakan-akan memukul-mukul kesakitannya. Sampai matanya pening melihat tulisan di lembar soal. Dia tidak boleh mengecewakan persembahan lomba terakhirnya.
**
Pengumuman tentang kandidat sebagai orang yang memenangkan lomba itu pun akhirnya diumumkan. Kepala sekolah berikan ucapan selamat atas perjuangannya mengejar banyak lomba yang mengharuskan mereka bersaing dengan banyak orang untuk mencapai kemenangan dan mengumpulkan banyak medali, akhirnya karena perjuangannya yang begitu keras, beasiswa itu berhasil dimenangkan oleh Anet. Karena dia berhasil memenangkan olimpiade komputer sehingga menambah poin medalinya dan menjadi paling banyak yang mempunyai medali. Anet meraih dengan total 17 medali.
“Chandia Kaneta selamat karena kamu berhasil mendapatkan beasiswa ini dari para pesaing kamu. Ini data diri yang harus kamu kumpulkan,” ucap kepala sekolah.
“Beasiswa ini jadi hak aku kan Bu?” tanya Anet.
“Iya, kamu bisa memilih jurusan apa yang kamu mau.”
“Boleh kalo aku kasih beasiswa ini ke orang lain?”
Kepala sekolah terkejut mendengar pertanyaan yang di ajukan Anet.
“Kamu gak sayang sama perjuangan kamu untuk mendapatkan beasiswa ini? Kenapa kamu ingin memberikan beasiswa ini ke orang lain? Orang-orang susah payah buat dapetin beasiswa ini.”
“Ibu sendiri dulu bilang kalo untuk dapet beasiswa ini juga harus punya EQ yang bagus. Aku harus kelola emosiku Bu. Aku juga pengen kuliah di Indonesia.”