“Apa lo sebosan itu di ruangan lo sampe mau ikut-ikutan segala ke rumah sakit?” tanya Carolina ketika mereka berdua berada di dalam lift.
“Yah… begitu deh,” jawab Ethan yang memalingkan wajahnya. Carolina menatapnya dengan curiga melihat tingkah Ethan yang sepertinya berbohong.
“Lo tau kalo lo butuh seribu tahun lagi buat bisa bohongin gue kan?!” desak Carolina lagi. Dia awalnya mengira bahwa Ethan memang hanya bosan dan ingin ikut ke rumah sakit, tapi sepertinya ada yang memang disembunyikan oleh pria itu.
“Gak kok, aku gak bohong,” ucap Ethan tak mau mengaku. Carolina hanya menatapnya sebelum akhirnya membiarkannya.
Awalnya memang Ethan tidak mau ikut ke rumah sakit karena dia takut nantinya ada orang yang mengenalinya dan memotretnya, tapi setelah Andi mengajak Carolina untuk ikut. Dia menjadi penasaran lagi bagaimana wanita itu akan bereaksi pada orang asing di rumah sakit.
Apa dia akan mengeluarkan sifat aslinya di rumah sakit?
Atau dia akan kembali memasang ekspresi palsu yang sering dia gunakan?
Ethan tentu saja tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kepada Carolina kenapa dia ingin ikut, bisa-bisa wanita itu memandangnya dengan tatapan membunuh lagi!
“Terus kenapa lo mau gue ikut ke atas bareng lo?” tanya Carolina yang tidak mengerti. Perjanjian mereka tentang dokumen sejarah perusahaan harus dikasi dalam bentuk doc yang sudah diketik, jadi Ethan bisa mengirimkannya dalam bentuk email.
“Ada hal yang ingin kutanyakan,” jawab Ethan yang kini menatap Carolina. Kali ini dia tidak berbohong lagi.
“Mau nanya apa? Kan lo bisa nanya di email,” jawab Carolina.
Pintu lift itu akhirnya terbuka, Carolina kembali memasang wajah ramah sebelum akhirnya menyapa Agung.
“Halo pak Agung,” sapa Carolina sambil tersenyum.
Agung sedikit bingung melihat Ethan yang kembali dengan Carolina. Bukankah si bos awalnya cuma ingin jalan-jalan? Kenapa tiba-tiba dia balik bersama anak magang itu lagi?
Carolina yang lagi-lagi menyadari bahwa Agung menatap mereka dengan curiga, segera membuat alasan.
“Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan pak Ethan, karena ada hal yang ingin kutanyakan untuk dituliskan di laporan magangku dan pak Ethan memanggilku untuk datang ke ruangannya,” ucap Carolina.
Ethan terkesima mendengar kata-kata itu, selain jago mengumpat, wanita itu juga jago memberikan alasan.
Setelah mendengar penjelasan yang tampak masuk akal itu, Agung tidak menatap mereka lagi dengan curiga dan kembali mengerjakan tugasnya.
Ethan kemudian membuka pintu ruangannya, menahan pintu itu layaknya seorang gentleman dan membiarkan Carolina masuk terlebih dahulu.
Tentu saja usaha Ethan terlihat biasa saja di mata Carolina.
“Jadi lo mau nanya apaan?” tanya Carolina yang langsung duduk di tempat yang dia duduki minggu lalu.