“Ke mana perginya si bodoh itu? Ah sialan! Kenapa juga pria itu harus menunggunya di depan toilet,” ucap pria berambut pirang itu. Dia sedari tadi mengawasi Carolina dan akan bertindak ketika wanita itu pergi ke toilet. Tapi pria yang sepertinya mengadakan pesta ulang tahunnya terus menempel pada wanita itu.
“Ah sudahlah! Lebih baik aku bersenang-senang saja,” pikirnya yang akhirnya menyerah. Toh mereka juga belum tentu mendapatkan bayaran jika dia merencanakan rencananya malam ini.
Pria itu akhirnya kembali ke lantai dansa dan mulai berjoget mengikuti irama musik yang dimainkan.
***
“Carol mana? Kenapa lo kemari sendirian?” tanya Dion ketika Andrew datang kembali ke meja, tapi setelah menengok ke belakang, Carolina tidak kelihatan.
“Sepertinya dia mabuk, gue membawanya kembali ke kamar tapi lupa kamarnya dikunci, handphone gue juga ketinggalan,” ucap Andrew kemudian mengambil handphonenya yang berada di meja.
Dion hanya menatapnya dan mulai berpikir, “apakah orang bisa mabuk dengan minum tequila rose?”
“Pas banget! Ra, kunci kamarnya mana?” ucap Andrew ketika Clara datang mendekati meja mereka.
“Lo udah mau balik? Gak asik banget! Masih jam segini juga!” ucap Clara yang menggoyang-goyangkan badannya mengikuti irama lagu.
“Carol kayaknya mabuk, gue mau anterin balik dulu, liat nanti deh kalo gue balik lagi,” ucap Andrew yang kemudian menyodorkan tangannya.
“Nih! Ngomong-ngomong Dion ke mana?” tanya Clara setelah menyerahkan kunci kamarnya. Dia berencana untuk balik ke lantai dansa lagi, tapi sepertinya cuma Andrew yang berada di sana.
“Dia di…. lah, ke mana dia?” tanya Andrew bingung. Tadi Dion masih ada bersamanya kok, tapi sekarang malah dia tiba-tiba menghilang.
“Pokoknya gue duluan, ya! Gak usah tungguin gue! Kalian bebas pesan apa aja! Ntar masuk ke tagihan ketika check out, kok!” ucap Andrew yang langsung bergegas menuju kamar hotel.
“Ahh… gue kan masih pengen joget!” ucap Clara yang memonyongkan bibirnya. Setidaknya butuh satu orang untuk menjaga meja mereka sehingga bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
***
“Sakit, On! Apa sih! Lepasin gak!” ucap Vera ketika tiba-tiba Dion langsung menariknya keluar dari lantai dansa. Dion bahkan menyeretnya keluar dari klub.
“Lepasin!” ucap Vera yang akhirnya berhasil melepaskan genggaman Dion dari tangannya.
“Lo bener-bener keterlaluan Ve!” ucap Dion. Nafasnya terengah-engah karena marah. Dia tak menyangka Vera akan berbuat seperti itu.
“Duh merah kan!” ucap Vera yang melihat pergelangan tangan yang dipegang oleh Dion memerah, “Lo kenapa sih?” tanyanya kemudian. Dia tak pernah melihat Dion yang seperti ini.
“Lo kan yang menaruh sesuatu di minuman Carol? Gak mungkin dia mabuk dengan minum shot* dari tequila rose!” ucap Dion yang langsung to the point.
(* gelas minuman tapi yang kecil (?) gugel aja deh, wkwk)
“Apa sih maksud lo!” ucap Vera yang benar-benar bingung.
“Gak usah ngeles deh! Gue tahu lo emang gak suka sama Carolina, tapi gak gini juga!”
Vera terdiam dan berpikir sebentar, bukannya Dion yang harusnya menaruh sesuatu di minuman Carolina?
“Bukannya itu ulah lo, ya?” tanya Vera balik.
Dion memandangi wanita itu dengan tidak percaya.
Omong kosong macam apa lagi itu?
“Gue lihat lo ngasih sesuatu ke bartendernya!” ucap Vera akhirnya. Ketika dia memberikan kue ulang tahun yang dia beli ke pelayan klub itu, dia melihat Dion sedang berbicara dengan pegawai di situ, setelah memasuki klub dia melihat orang itu lagi yang ternyata adalah bartender.
Makanya sejak tadi dia agak waspada dengan Dion.
Vera tidak seperti Carolina yang gak peka. Dia bisa melihat dengan jelas bahwa Dion menyukai Carolina.
Dan mungkin seperti dirinya yang putus asa, Dion juga ingin menggunakan jalan pintas lainnya,
Mungkin dengan membuat Carolina mabuk dan melakukan sesuatu kepada wanita itu?
Itulah yang Vera pikirkan ketika dia melihat Dion.