Suasana mendung mendukung keadaan di dalam hati Rania. Di salah satu sisi bahagia karena Galvan mulai rutin mengabarinya walaupun tidak setiap hari harus ketemu. Dan di sisi lain ada yang mengganjal di hatinya setiap kali bertemu Gesang.
Mengetahui perasaan Gesang yang sebenarnya malah menjadi sedikit beban. Tetapi mau bagaimana lagi, cinta itu datang tiba-tiba tidak berlandaskan berapa lama bersama-sama.
Semalam, Diko mendatangi kamar Rania dan membahas tentang Galvan dan Gesang lagi. Diko membanding-bandingkan kedua laki-laki itu. Tentu saja Rania tidak suka. Iya, Rania tahu Diko sahabatnya Gesang, Diko lebih prefer ke Gesang dan tidak suka dengan Galvan. Balik lagi, perasaan tidak bisa dipaksakan.
"RANIA!"
Pekikan itu terdengar nyaring, membuat Rania menghentikan langkahnya dan membenarkan letak tas dipunggungnya.
Rania tersenyum sembari menolehkan kepala dan sedikit mendongak saat Gesang berada di sampingnya.
"Kenapa?" balas Rania bertanya.
Gesang menggelengkan kepalanya dan mengajak Rania duduk di kursi panjang depan salah satu kelas di dekat lobi.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Gesang.
"Perasaan lo buat gue? Gue kan udah tau, Sang, dan maaf gue belum bisa," sergah Rania dengan raut muka tidak enaknya.
"Bukan itu, Ran. Gue cuma mau ngomong, lupain aja apa yang udah terjadi kemarin-kemarin. Gue minta maaf kalo udah bikin lo risih sama gue. Lo terbebani sama pernyataan gue," ucap Gesang lagi.
Mengangguk, Rania menganggukkan kepalanya dan tersenyum simpul untuk menanggapi ucapan Gesang.
"Lo maafin gue?" tanya Gesang memastikan.
"Maafin lo atas dasar apa? Lo nggak pernah bikin salah sama gue. Lagian wajar kok kalo lo punya perasaan sama gue. Cinta bisa tumbuh kapan aja, dan cinta hadir dengan sendirinya. Itu hukum alam, Sang. Nggak ada yang salah tentang cinta dan perasaan," ujar Rania, "seharusnya gue yang minta maaf. Malam Minggu kemarin, gue malah pergi padahal gue tau lo ada rencana buat ke rumah. Gue waktu itu lupa banget, jadi gue minta maaf. Lo maafin gue, kan?"
"Nggak masalah, sebelum lo minta maaf juga udah gue maafin. Lagian gue nggak bisa lama-lama marah sama lo. Gue sayang lo, Ran. Dan seterusnya akan seperti itu." Gesang tersenyum manis dan mengacak puncak kepala Rania.
"Buruan gih ke kelas. Istirahat pertama gue tunggu di kantin," ujar Gesang.
"Mau ditraktir lagi?" tanya Rania sambil terkekeh pelan.
"Enggak. Lo bayar sendiri, gue kan nggak ada ngajak makan. Gue cuma bilang, istirahat pertama gue tunggu di kantin," balas Gesang dengan senyum pongahnya, mengundang decakan dari Rania.
Gadis itu bangkit dan beranjak pergi meninggalkan Gesang yang sedang tertawa geli.
"Rania ... Rania, gimana gue nggak jatuh cinta sama lo? Lo cewek yang nggak pernah memperpanjang masalah pertama yang gue temui," gumam Gesang sambil geleng-geleng kepala kecil.
"Kenapa lo di sini? Nyari selingkuhan?" celetuk Linggar menuding. Laki-laki itu baru saja sampai di sekolah bersama Diko. Dan bertemu Gesang di depan kelas dekat lobi.
Gesang bangkit dan menggelengkan kepalanya. Menyangkal tudingan yang tidak jelas itu.
"Selingkuhan dari Jerman? Pacar aja kagak punya, ngapain nyari selingkuhan?" balas Gesang sewot.
"Ya biasa aja dong! Nggak usah ngegas gitu. Kali aja lo khilaf, kan?" timpal Linggar.
"Iya khilaf pengin nyentil otak kanan lo!" sahut Diko yang greget sendiri dengan Linggar. Sejak semalam Linggar merecokinya yang sedang bermain game online dengan terus meneleponnya.
Linggar tertawa kencang dan berjalan menjauh dari Diko. "Ntar malem kalo lagi nge-game kasih kabar ke gue ya, Ko. Gue siap nemenin!"
"Nemenin katanya, ngerusuh baru gue percaya," gumam Diko masih saja kesal. Bagaimana tidak, semalam ia gagal booyah.
"Kenapa sih lo berdua?" tanya Gesang penasaran.
"Linggar semalem ngerusuh, nelponin gue terus pas gue lagi main game. Gagal booyah gue, anjir!"
"Sabar aja kali. Biarin aja, daripada dia mikirin Rinta terus mending cari kebahagiaan baru. Lagian Rinta udah sama yang lain," ujar Gesang menjiplak kata-kata Diko kemarin.
"Dih, plagiat kata-kata gue," cibir Diko.
"Sekali-sekali nggak pa-pa lah, sama temen ini," balas Gesang seraya merangkul Diko dan mereka berjalan berdampingan menuju kelas.
"Habis putus sama Vita, deketin Rinta tapi Rinta nolak mentah-mentah si Linggar. Kasihan gue, sama itu anak," kekeh Gesang.
"Temen sendiri lo ketawain, hati-hati karma!" tegur Diko.
Gesang tertawa renyah, entah kenapa pagi ini ia sangat bahagia.
"Gue lihat-lihat lo lagi seneng, kenapa?"
"Lo tau jawabannya tanpa harus gue jelasin runtut kejadiannya."
Diko menganggukkan kepalanya. Pasti itu tentang Rania. Ia paham betul dengan Gesang yang benar-benar jatuh cinta pada Rania, sepupunya yang ia sembunyikan identitas aslinya. Tidak ada yang tahu Rania dan Diko itu sepupuan. Kecuali keluarga mereka sendiri.
>>><<<
Saat istirahat pertama Rania segera menuju ke kantin. Ia tidak mau Gesang menunggu lama, karena Rania tahu menunggu itu tidak enak. Menunggu orang saja tidak enak, apalagi menunggu kepastian.
Setelah sampai di kantin, Rania mencari keberadaan Gesang. Laki-alki itu duduk bersama Diko dan Linggar di meja yang sama. Segera saja Rania menghampiri mereka.
"Kirain nggak dateng," celetuk Gesang saat Rania sudah duduk di depannya. Duduk di samping Diko yang sedang menikmati semangkuk bakso.
"Dateng. Kalian bertiga udah lama di sini?"
"Udah, kan tadi jamkos, belum bel istirahat kami udah di sini." Linggar yang membalas pertanyaan Rania.