GERA

disasalma
Chapter #18

#18 GERA

Sejak lima menit yang lalu Rania memakan coklat batangan. Menurut orang, cokelat bisa memperbaiki mood. Dan Rania akan membuktikannya sekarang. Entah itu hanya sugesti belaka atau fakta yang memang ada.

Rania tidak sendiri di rumah di sampingnya ada Diko yang sibuk menatap layar ponselnya. Mereka berdua duduk dalam satu sofa di ruang keluarga. Di temani televisi yang menyangkan sebuah sinetron yang sedang high dikalangan emak-emak kompleks.

"Kak," panggil Rania.

"Apa?"

"Galvan ngilang lagi."

"Gue nggak peduli," balas Diko benar-benar sudah tidak peduli. "Gue udah nggak mau lagi denger nama dia. Buat apa lo masih mempertahakan cowok yang selalu bikin lo sedih, hah?" lanjutnya kesal.

Helaan napas panjang mulai terdengar di telinga Diko. Laki-laki itu melirik sekilas ke arah Rania. Sebenarnya ia tidak tega, membiarkan Rania terus merasa tidak dianggap prioritas oleh Galvan. Tapi mau bagaimana lagi? Berulang kali Diko mengingatkan Rania untuk menyudahi semuanya, gadis itu tetap ngeyel.

Kalo dia bukan orang yang lo sayang, pasti udah abis sama gue, Ran. Dia berengsek! Lo dimainin sama dia, Rania! Geram Diko dalam hati.

"Kak Diko, gue ngeluh capek boleh nggak sih?"

"Berhenti. Itu yang bisa gue ucapin disaat-saat kaya gini. Gue juga cuma minta satu sama lo, berhenti, Ran, berhenti!"

Rania meletakkan cokelatnya di meja dan menggeser posisi tubuhnya mendekat ke Diko. Memeluk abang sepupunya itu dari samping dengan erat dan meletakkan kepalanya di bahu Diko.

"Lo tau, Kak? Semakin ke sini, gue sadar, gue mulai suka sama Gesang. Gue punya perasaan sama Gesang, tapi itu masih semu. Karena gue masih stuck di Galvan. Egois kan gue? Udah punya pacar masih kepincut sama orang lain, kesannya gue kayak cewek murahan," ujar Rania dengan kekehan mirisnya.

"Gue kan udah pernah bilang sama lo, mau lo punya pacar sekalipun kalo ada cowok yang selalu ada buat lo, bikin lo nyaman lebih dari yang pacar lo berikan, pasti lo bakal berpaling, Ran."

"Secepat itu gue mulai bisa bales perasaan Gesang?"

"Hampir tiga bulan penuh lo kenal sama Gesang. Bukannya setiap hari kalian selalu bareng-bareng terus? Itu bukan waktu yang sebentar, Rania," pungkas Diko.

"Tapi gue masih nggak bisa putus sama Galvan. Gue masih sayang sama dia, masih cinta sama dia," ungkap Rania jujur.

Diko tersenyum miris. "Hati lo terbuat dari apa? Pacar lo nyia-nyiain lo, kan?"

"Bukan nyia-nyiain. Dia cuma nggak konsisten sama janjinya. Dia selalu ngilang, balik dan buat janji bakal berubah tapi mengulangi kesalahan yang sama. Wajar, manusia nggak sedikit yang kayak gitu, Kak," balas Rania membela Galvan. Bagaimanapun Galvan masih resmi menjalin hubungan dengannya.

"Iya, dia bodoh, udah ngelakuin hal itu sama lo. LDR itu nggak mudah, cari cewek kayak lo yang mau diajak LDR juga nggak mudah!" tegas Diko.

"Putusin dia, Ran. Plis, lo berhenti jadi cewek lemah yang bisanya cuma mertahanin dia yang nggak pantes buat lo pertahanin kaya gini!" lanjut Diko menaikkan intonasi suaranya.

"Nggak. Gue nggak bisa!" tolak Rania.

"Bukan nggak bisa, tapi lo belum bisa. Gue yakin lo bisa berhenti jadi budak cinta cuma karena cowok nggak tau diri kaya dia!"

>>><<<

"Rania."

Pemilik nama tidak menoleh sedikitpun saat ada yang memanggilnya.

"Sombong banget chat dari gue semalem nggak dibales, dibaca pun enggak."

Masih tetap mengabaikan suara-suara itu, Rania berjalan menaiki tangga menuju kelasnya.

"Kenapa sih, Ran? Marah ya kemarin gue tinggal les?"

Ya, yang mengikuti Rania dari lobi tadi Gesang. Melihat wajah Rania yang datar membuat laki-laki itu tergerak untuk mengikuti Rania dari belakang.

Lihat selengkapnya