Semalaman Diko dan Marwah mencari keberadaan Rania yang pergi dari rumah. Satpam kompleks pun juga ikut mencari Rania ke kedai kopi di seberang jalan. Karena Rania mengatakan akan pergi ke kedai itu saat keluar dari kompleks.
Hingga mereka mendapatkan kabar jika ada seorang gadis yang kecelakaan di depan kedai kopi, membuat Diko dan Marwah langsung pergi ke rumah sakit. Dua rumah sakit besar, keduanya sambangi untuk mencari Rania tetapi tidak mereka temukan. Dan di rumah sakit tempat Marwah praktek bertahun-tahun hingga sekarang, di situlah mereka baru menemukan Rania terbaring lemah di atas brankar di IGD.
Yang membawa Rania ke rumah sakit semalam itu Gantan. Betapa terkejutnya Gantan saat pengunjung kedainya berlarian keluar kedai, membuat Gantan juga ikut keluar dan mendapati Rania di tengah-tengah kerumunan. Tidak mau berlama-lama melihat Rania tergeletak di atas aspal dengan darah yang terus mengalir dari pelipisnya, Gantan membawa Rania ke rumah sakit dengan mobilnya. Gantan juga meminta salah satu pegawainya untuk mengurus orang yang telah menabrak Rania.
"Maaf Tante, saya mau izin pulang dulu," ucap Gantan kepada Marwah yang masih senantiasa menunggu Rania di ruang inapnya.
"Oh iya, Nak. Makasih ya udah nolongin Rania semalam. Tante hutang budi sama kamu," kata Marwah. Gantan tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Itu kewajiban saya untuk nolongin Rania. Rania mengingatkan saya pada adik saya. Kalo begitu saya permisi, semoga Rania lekas sadar dan membaik."
Setelah mendapat balasan dari Marwah, Gantan pergi keluar ruang inap itu. Pagi ini Gantan sudah mulai kuliah jadi tidak bisa ikut menjaga Rania. Ternyata Rania itu memiliki hubungan saudara dengan Diko, temannya.
"Ma, Mama pulang aja nggak pa-pa. Biar Diko yang jagain Rania. Hari ini bukannya Mama ada jadwal praktek, ya?"
Marwah menghela napasnya perhalan dan mengangguk.
"Kamu jagain Rania, ya? Nanti Mama bakalan ke sini lagi," kata Marwah. Diko menganggukkan kepalanya dan mencium punggung tangan Marwah.
Diko menggantikan posisi Marwah yang semalaman duduk di samping brankar Rania, setelah Marwah pergi. Tangannya terulur untuk memegangi tangan Rania yang terasa dingin. Salah satu tangannya juga terulur untuk mengusap puncak kepala Rania.
"Untung semalem ada Bang Gantan yang nolongin lo, Ran. Gue nggak bisa bayangin kalo seandainya lo telat dibawa ke rumah sakit," monolog Diko.
"G-Ges—sang."
Diko melihat jemari Rania bergerak dan kelopak mata Rania juga bergerak. Terlebih Rania memanggil nama Gesang. Diko langsung menekan tombol di atas brankar Rania agar dokter segera mengecek keadaan Rania yang baru siuman setelah semalaman menutup matanya.
Diko mempersilahkan dokter untuk memeriksa Rania. Dan Diko bersyukur, keadaan Rania berangsur-angsur membaik hingga gadis itu membuka matanya.
Ketika dokter dan suster keluar dari ruang inap Rania, Diko kembali mendekat dan tersenyum hangat.
"Lo semalem kecelakaan. Gue sama Mama nyariin lo kemana-mana, Rania. Untung ada Bang Gantan yang nolongin lo dan bawa lo ke rumah sakit," ujar Diko membuat Rania mengulum senyumnya. "Gue kuatir banget sama lo, nggak lucu! Nggak usah senyum-senyum kaya gitu!" omelnya saat melihat senyum Rania.
"Gue ok, Kak."
Diko mendengus dan memberikan ponsel kepada Rania.
"Buat lo, hape lo itu rusak jadi gue semalem beliin yang baru. Bukan gue sih sebenernya, tapi Papa. Simcard-nya udah gue pasang di hape ini. Hape lo itu gue tinggal di rumah Papa," kata Diko.
"Makasih ya, maaf ngerepotin Om Harven."
"Papa itu Om lo, Rania. Papa nggak bakalan mau lo bilang kaya gitu, anggep Papa itu Papa lo juga selama lo di Jakarta dan jauh dari Om Dani."
Rania menganggukkan kepalanya. "Kak, tolong bawa Galvan ke sini, ya? Gue mau ketemu sama Galvan."
Diko menggelengkan kepalanya cepat.