Senin telah tiba, hari ini merupakan hari pertama Penilaian Akhir Semester yang akan berakhir delapan hari mendatang. Dan setelah itu, akan ada class meeting.
Sekarang Rania sedang berada di depan kelas XII IPS-2, kelas yang akan ia tempati selama delapan hari mendatang. Ya, Rania duduk berdampingan dengan kelas sepuluh saat PAS ini. Kebetulan Rania nomor presensi ke 27 jadi menempati kelas XI IPS-2. Dan nomor presensi 1-16 di kelas XI IPS-1
Kelas XII IPS-2 memang kelas Gesang, Diko, dan Linggar. Tetapi ketiga laki-laki itu menempati kelas XII IPA-4 selama PAS.
Berbicara tentang Gesang, Rania teringat hari Sabtu kemarin, hari dimana Rania memutuskan untuk mulai menjauhi Gesang. Rania tidak menemui Gesang selepas Tisya pulang dari rumahnya, padahal Gesang masih ada di ruang tamu bersama Diko dan Gantan.
Semua pesan dan panggilan dari Gesang ia abaikan. Jika boleh jujur, Rania menyesal waktu itu menganggukkan kepalanya. Ia merindukan Gesang, karena laki-laki itulah yang setia di sampingnya saat Galvan benar-benar tidak ada kabar.
Diko, dia juga semalam bertanya mengapa Rania menjauhi Gesang tiba-tiba. Tetapi hanya gelengan kepalanya yang bisa Rania berikan, sebagai respon.
"Rania," panggil Vida yang baru saja datang bersama Rahmat. Ah, mereka berdua memang selalu bersama. Rania iri melihat kebersamaan mereka. Sedangkan dirinya? Haha, mustahil itu terjadi pada dirinya dan Galvan.
"Hai," balas Rania seraya mengulum senyumnya.
Rahmat dan Vida langsung saja memutar-mutar tubuh Rania dan melihat secara teliti dari bawah sampai atas. Rania yang bingung dengan kedua orang itu hanya bisa diam dan menunggu keduanya kembali membuka suara.
"Lo beneran udah baikan? Gue panik banget waktu itu pas lo tiba-tiba ngilang. Gue juga panik pas lo diem aja selama perjalanan mau ke rumah lo," ucap Vida dengan wajah masamnya.
Rania tersenyum dan duduk di bangku panjang depan kelas. "Gue udah baikan ini. Lupain aja kejadian yang waktu itu. Gue OK kok," katanya.
"Lo beneran OK, Beb?" tanya Rahmat yang kontan mendapatkan tabokan dari Rania. Tetapi laki-laki itu malah tertawa dan bersembunyi di balik tubuh Vida, Pacarnya.
"Gue nggak suka ya lo panggil Beb gitu. Harus berapa kali sih gue bilangnya?" gerutu Rania kesal.
Vida terkekeh pelan dan mengajak Rania masuk ke dalam kelas.
"Rahmat kan suka sama lo, Ran," ucap Vida menaik-turunkan alisnya.
Rania mendelik tajam ke arah gadis itu.
"Bener tuh apa kata cewek gue. Gue ini suka sama lo, munafik lah kalo gue bilang nggak suka," timpal Rahmat membuat Rania semakin mendelik.
Rania dan Rahmat duduk depan belakang. Sedangkan Vida duduk dengan jarak satu meja ke kiri dari tempat Rania.
"Ya kali gue dijadiin selingkuhan lo, Mat," balas Rania ketus.
Vida tertawa renyah sembari menghampiri Rahmat dan Rania setelah meletakkan tas di bangkunya.
"Kalo lo mau sih ayo aja, Ran. Dikasih izin kok sama Vida, ya nggak, Vid?"
Rania menoleh ke arah Vida yang duduk di bangku sampingnya. Berharap Vida menggelengkan kepalanya. Tetapi harapan itu pupus ketika Vida dengan santainya mengangguk, diiringi senyum hangat yang sangat tulus terlihat.
Rahmat nyengir dan mengajak Vida bertos. "Tuh kan boleh. Ayolah pacaran!"
Rania menggelengkan kepalanya dan memandang Rahmat serta Vida penuh kebingungan.
"Aneh lo berdua. Gue masih sadar diri kali, jangan bercanda deh!"