Kedai Kopi milik Gantan menjadi tujuan utama Rania malam ini. Besok adalah hari di mana Rania akan menerima rapot untuk pertama kali di SMA Tirta Jaya.
Selain itu, malam ini merupakan malam yang panjang baginya karena besok mulai libur semester. Liburan yang seharusnya ia habiskan bersama orang-orang tersayang. Tetapi apa daya, Galvan semakin hari semakin tidak ada kabar, sedangkan Gesang benar-benar mengikuti permintaan Rania untuk melupakan gadis itu.
Rania sebenarnya ingin Gesang ada di sisinya lagi. Setiap waktu, pikirannya hanya stuck tentang Gesang. Perasaannya labil. Rania dilema ingin meneruskan pemintaan Tisya atau menyerah dan kembali dekat dengan Gesang lagi. Rania bingung dengan semua ini. Rania sangat-sangat tidak mengerti.
"Bengong mulu, kenapa?" tegur Gantan bertanya, laki-laki itu duduk di sebelah Rania yang berdiam diri di atas bangku depan meja bar.
"Lagi mikir, Kak, bukan bengong," balas Rania
Gantan terkekeh dan melipat kedua tangannya di atas meja bar, lalu menolehkan kepalanya ke arah Rania.
"Mikir apaan, sih? Besok kan udah ambil rapot, nggak ada ujian-ujian lagi," ujar Gantan sambil merapikan rambutnya ke belakang.
Rania mendesah pelan dan berkata, "Galvan tuh sebenernya masih anggep gue pacar nggak sih?"
Dengan kekehan kecil, Gantan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia juga tidak tahu jika ditanya seperti itu.
"Setau gue itu Galvan musuhnya Gesang, lo yakin masih deketan sama mereka berdua?"
"Kak Gantan nggak tau ya, kalo aku sama Gesang sekarang saling ngejauh satu sama lain?"
Gantan mengerutkan keningnya, bingung. Tidak ada angin tidak ada hujan, Rania mengatakan hal itu. Gantan jelas terkejut juga bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku mau cerita semuanya sama Kakak, tapi janji jangan bilang ke siapa-siapa ya?"
"Pasti. Cerita aja," kata Gantan membiarkan Rania untuk bercerita.
Di keramaian seperti ini Rania berani menceritakan tentang semua yang ia alami belakangan ini. Mulai dari kasus Lusiana mem-bully-nya waktu itu yang sudah diketahui oleh Gantan, waktu di mana Tisya meminta maaf dan meminta Rania untuk menjauhi Gesang, kedatangan Lusiana serta kedua temannya ke rumah dengan kata maaf. Dan terakhir, kejadian di depan kantin tadi, Gesang menjauhinya secara terang-terangan dan Gesang hadir lagi ke hadapannya di ruang musik. Rania juga bercerita jika perasaan untuk Galvan sudah tidak sebesar dulu. Rania dilema dengan perasaannya sendiri.
Gantan mendengarkan dengan seksama, bukan hanya Gantan yang serius mendengar cerita Rania.
Di jarak empat meter, ada seorang laki-laki dengan hoodie hitam dengan tudung yang menudungi kepalanya mengandalkan kejelian telinganya untuk mendengarkan cerita itu.
Senyum miring laki-laki itu nampak setelah mengetahui apa yang terjadi dengan gadisnya. Walaupun tidak serinci kenyataannya. Tapi sekarang ia tahu, apa yang harus ia lakukan.
Gesang, laki-laki itu berjalan mendekat dan duduk di bangku kosong di sebelah Rania. Gesang membuka tudung hoodie-nya dan menolehkan kepala.
Rania yang terkejut melihat senyum Gesang hanya bisa menelan salivanya susah. Senyum hangat itu sudah lama tidak ia lihat. Sorot mata teduh dari iris hitam legam itu juga sangat Rania rindukan.
"L-lo ... di sini juga?" tanya Rania terbata-bata.
Gesang menganggukkan kepalanya dan mengode Gantan untuk pergi. Gantan yang paham langsung mengacungkan jempolnya dan berlalu pergi.
"Masih mau jauhin gue?" tanya Gesang dengan aura berbeda, membuat jantung Rania berdebar-debar tak keruan.
"Masih mau minta gue buat lupain lo?" tanya Gesang lagi saat Rania tidak kunjung membuka suara.
"Kalo boleh jujur sih, gue nggak bisa lupain lo. Gue nggak bisa jauh-jauh dari lo. Selama PAS gue sering nengokin ke ruang ujian lo, gue ngintip dari jendela, gue curi-curi pandang ke arah lo pas lagi di kantin. Dan tadi gue nggak bermaksud sih buat jauhin lo, buktinya gue ke ruang musik, kan? Tapi lo-nya nggak mau duet sama gue, yaudah. Sakit hati sebenernya, tapi nggak pa-pa. Udah biasa," ujar Gesang memaparkan. Laki-laki itu terkekeh pelan saat melihat alis Rania naik sebelah.
"Gimana sekarang, Lusiana udah nggak macem-macem sama lo, kan?" tanya Gesang basa-basi, ia sudah tahu jawabannya.
"Iya," balas Rania spontan setelah bungkam untuk beberapa saat.
Gesang menolehkan kepalanya dan kembali mengulum senyum. "Jangan jauhin gue lagi ya? Gue udah nggak mau jauhin lo juga. Capek ngelawan ego sendiri."
"Gue tetep mau ngejauh dari lo," sahut Rania cepat.
"Karena Tisya? Bisa nggak jangan prioritasin orang dan mengenyampingkan perasaan diri sendiri?"
Rania terkejut Gesang berkata seperti itu. Dari mana Gesang tahu alasannya menjauh karena Tisya? Siapa yang memberitahu itu? Diko, kah? Tidak mungkin. Diko selalu menutup mulut, tidak pernah membeberkan masalahnya pada siapa pun. Lagipula Diko masih menyembunyikan hubungan persaudaraanya dengan Rania dari semua orang, kecuali Gantan.
"Ya kalo lo masih mau nurutin permintaan Tisya, silakan aja. Tapi gue nggak mau, gue maunya deketan sama lo terus," ucap Gesang membuat Rania menghela napasnya berat.
"Jangan bikin pertemanan gue hancur lagi, Sang," pungkas Rania.