"Sang-Gesang! Woi, anaknya Dito! Bangun woi bangun!" Linggar mengguncang-guncangkan tubuh Gesang yang tengkurap dengan mata terpejam di atas tempat tidurnya. Tubuhnya juga masih terselimuti oleh bed cover.
"Woi, udah jam sebelas siang nih! Lo masih molor aja! Woi, Gesang Radito Granasta!" pekik Linggar jengkel karena Gesang tidak kunjung membuka matanya.
"Mati ya lo?!" hardiknya.
Gesang mengerang pelan dan meninju bagian bawah perut Linggar pelan. "Berisik! Gue baru tidur jam empat pagi! Ganggu aja lo!" umpat Gesang kesal.
Linggar terkekeh pelan dan memperlihatkan layar ponselnya yang menampilkan isi rapotnya. Beberapa nilai berpredikat A, jelas itu membuat Linggar bahagia bukan main.
"Nggak sia-sia gue belajar tiap hari, Sang," ujar Linggar senang sekali. "Alhamdulillah, Ya Rabb-ku," lanjutnya bersyukur pada yang Maha Kuasa.
Gesang hanya berdehem pelan dan melihat ke arah ponselnya. Ada beberapa pesan dari Rania yang menanyakan hasil rapot Gesang. Gesang tersenyum dan membalas pesan itu. Hasil rapotnya juga sudah menunjukkan progress yang baik. Walaupun belum sepenuhnya sempurna. Tetapi Gesang tetap bersyukur dengan hasil yang ia dapatkan. Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil.
"Dih, malah senyum-senyum. Gimana hasil rapot lo?"
"Alhamdulillah sama kaya lo," balas Gesang. "Diko gimana?" tanyanya.
"Au dah itu bocah, belum bahas itu. Semalem gue, Diko, sama Bang Gatra abis main dong!" ucap Linggar sembari menepuk-nepuk dada kirinya, angkuh.
Gesang yang paham dengan maksud Linggar hanya bisa geleng-geleng kepala. Tetapi Gesang yakin, semalam Linggar tidak minum banyak. Buktinya, sekarang bisa sesegar ini menemuinya. Kalau Diko, jelas, laki-laki itu sama sepertinya. Anti alkohol. Beda lagi kalau Gatra. Mungkin masih teler di kamarnya.
"Ngomong-ngomong lo kemarin ke mana, Boy?" tanya Linggar kepo karena kemarin Gesang sama sekali tidak ada kabar-kabar pergi ke mana.
"Jalan sama Rania. Diem aja lo! Jangan ember ke mana-mana. Nanti yang ada Rania jauhin gue lagi!"
Linggar memberi hormat kepada Gesang. "Siap delapan enam, Pak Bos!"
Gesang menyibakkan bed cover-nya, kemudian menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Linggar duduk di sofa bed, melihat postingan terbaru dari Rinta yang memperlihatkan senyumnya bersama Putra di sebuah tempat yang instragamable.
Rasanya seperti ada yang patah di dalam hatinya. Memang, Linggar sudah mencoba untuk move on dari Rinta, mengharagai keputusan Rinta yang menolaknya dan memilih orang lain ketimbang dirinya. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga, rasa sakit dan kecewa selalu saja menghantui dirinya.
Karena sebelum Rinta dengan Putra memiliki hubungan, Rinta lebih dulu dekat dengannya. Sama-sama memiliki perasaan dan berharap memiliki sebuah hubungan tetapi pupus di tengah jalan. Rinta terlanjur mencintai orang lain, dan menganggapnya hanya sebatas sahabat saja.
"Lo kapan putus, sih, Rin? Gue nunggu lo putus. Iya, gue egois. Gue egois juga karena lo. Gue emang bersikap biasa aja kalo ketemu lo, tapi asal lo tau aja, hati gue nggak rela lihat lo bahagia sama orang lain," ujar Linggar dengan senyum mirisnya.