Pagi ini Gesang merasakan hidupnya seperti memiliki bayi besar, hanya satu, tetapi sukses membuatnya menghela napas berat terus-menerus.
Bayangkan saja, Gesang semalam terjaga karena Linggar dan Gatra mengajaknya bermain PS dan pagi-pagi buta Lusiana datang secara tiba-tiba.
Gesang ingin mengusir halus Lusiana, tetapi tidak bisa karena selalu terbayang-bayang dengan obrolan malam itu di taman depan hotel. Gesang selalu teringat, meskipun berusaha untuk bersikap biasa saja pada Lusiana. Yang membuatnya tidak bisa menolak kehadiran Lusiana juga karena janji yang pernah ia berikan malam itu.
Dan, bersenang-senanglah Gesang, Lusiana akan terus memiliki alasan untuk ada disampingmu. Selalu.
"Diem terus dari tadi, ngomong apa gitu, masa aku terus yang ngomong, kamunya enggak!" ketus Lusiana.
Gesang mengusap wajahnya yang masih terlihat sangat mengantuk.
"Gue ngantuk banget, Na, sori kalo nggak bisa nyambung sama cerita lo. Dengerin lo cerita aja gue nggak ngerti apalagi disuruh balik cerita," balas Gesang santai dan menyenderkan kepalanya di punggung sofa ruang tamu.
Lusiana mendengus pelan dan melihat ke layar ponselnya. Ada sebuah notifikasi dari Gea dan Vita yang baru saja sampai di Singapore. Lusiana tersenyum tipis, seharusnya ia ada bersama mereka. Tetapi menghabiskan waktu liburan bersama Gesang sudah menjadi pilihannya.
"SANG! LO DISURUH NEMENIN GIZCA BELI KADO BUAT PACARNYA!" teriak Gatra dari anak tangga paling atas.
Gesang yang hampir sepuluh menit menutup matanya langsung terkesiap dan mendongak ke arah di mana suara itu berasal.
"CAPEK GUE, BANG! NGANTUK BANGET, MENDING LO AJA SANA!" balas Gesang ikut-ikut teriak.
Gatra menggelengkan kepalanya. Gesang mendengus dan bangkit dari sofa, berjalan melewati Lusiana dan naik ke lantai dua, menuju kamarnya.
"Sang, Lusiana ngapain ke sini pagi-pagi?" tanya Linggar sembari menyantap roti bakar bikinan Bu Tuti.
"Mau ketemu gue," balas Gesang singkat.
"Lah, tumbenan amat lo terbuka gitu sama dia? Hampir beberapa bulan ini kan, lo sama dia renggang ya hubungannya? Dia juga yang udah bikin Rania hampir kehilangan nyawa. Masih mau lo sahabatan sama dia?" pungkas Linggar apa adanya.
Gatra yang mendengar itu hanya terkekeh sinis. Gatra juga tidak tahu kenapa Gesang menjadi akrab kembali dengan Lusiana.
"Nggak selamanya gue bakal benci sama sahabat sendiri, Gar. Dia emang pernah jahat, tapi nggak nutup kemungkinan juga buat dia berubah. Lagian dia juga udah minta maaf ke Rania, Rania juga udah enggak mempermasalahkan itu semua," papar Gesang.
"Lo pasti ada alasan kan kenapa lo sekarang jadi baik lagi ke Lusiana?"
Gesang mengangguk. "Itu pasti, Gar. Dan karena alasan itu juga gue nggak bisa cerita-cerita ke orang," ujarnya membuat Linggar menautkan kedua alisnya.
"Gue tetep prioritasin Rania," imbuh Gesang dengan seulas senyum.
"Ya haruslah!" timpal Linggar berseru. "Sekarang lo mau ke mana?" tanyanya saat melihat Gesang berganti pakaian.
"Nemenin kak Gizca nyari kado," balas Gesang.
Gatra tersedak roti bakarnya, dan langsung mengambil segelas susu dan menenggaknya hingga tersisa setengah gelas.
"Gue tadi cuma becanda doang, Sang. Gue bilang kayak gitu biar lo-nya bisa kemari buat lanjutin tidur. Gue tau lo masih ngantuk, tapi lo maksain buat nemuin dia," ujar Gatra menyadari jika Gesang menganggap ucapannya yang tadi itu serius.
Gesang mendesah pelan dan mengusap wajahnya kasar. "Gue kirain beneran, Bang," ujarnya dengan suara yang memelan.
"Becanda doang, masih ngantuk kan lo?"
Gesang mengangguk.
"Tidur aja, biar gue suruh si Lusiana cabut dari sini. Lagian mama lo juga nggak di rumah, kan? Ngapain dia lama-lama ke sini."
"Kan dia mau ketemu sama gue, Gar!"
"Yaelah, gue juga tau, kan tadi lo udah bilang!"
"Ya terus?"
Linggar mengangkat bahunya tidak mengerti dan berlalu keluar kamar Gesang untuk menemui Lusiana. Linggar berjalan santai ke arah Lusiana dan berdiri tepat di samping sofa yang diduduki Lusiana.
"Lo tau nggak ini jam berapa?" tanya Linggar sarkas.