Sejak siang tadi, Gesang mengurung diri di kamar dan tidak berniat untuk keluar. Kejadian tadi masih saja terngiang di benaknya. Gesang sadar, ia juga salah. Tidak seharusnya ia mengklaim Galvan sebagai laki-laki berengsek tanpa melihat dirinya sendiri. Gesang juga menyesal sudah terbawa emosi dan menyentak Rania hingga gadis itu menangis.
Gesang tidak bermaksud menyakiti hati Rania. Tetapi Gesang juga tidak menampik jika apa yang Rania katakan tadi sukses membuat hatinya seperti tergores belati tajam tanpa sengaja.
"Dicariin bokap lo, Sang," ucap Gatra dari ambang pintu kamar Gesang yang tidak terutup rapat.
Gesang yang sedang duduk ngemper di depan tempat tidurnya dan menonton film action, hanya membalas Gatra dengan sebuah anggukkan kecil.
Gatra yang merasa ada keanehan dari diri Gesang lantas mendekat dan duduk di atas tempat tidur Gesang. Tepat di samping Gesang.
"Kenapa lo ada masalah lagi?" tanya Gatra menebak.
Gesang diam, tidak ada niatan untuk menjawab sedikitpun pertanyaan Gatra yang semakin membuatnya kepikiran.
Tepukan di bahu sebanyak dua kali dapat Gesang rasakan. Kepalanya ia tolehkan dan sedikit mendongak ke arah Gatra yang sekarang sedang tersenyum tipis.
"Jangan dipendem sendiri. Kalo lo nggak mau cerita sama gue, setidaknya lo mau cerita ke bokap lo, Sang. Masalah yang lo bagi ke orang lain, bisa sedikit mengurangi beban pikiran lo," ujar Gatra mencoba memberikan solusi kepada Gesang. Walaupun dirinya juga belum tahu pasti apa yang Gesang alami sekarang. Karena ia sendiri baru pulang dari kampus setelah kuliah seharian ini.
Gatra bangkit dan berjalan meninggalkan kamar Gesang. Tidak lama dari kepergian Gatra, Dito, Papa Gesang masuk ke dalam kamar putra semata wayangnya.
Pria paruh baya dengan postur tubuh tegap dengan penuh wibawa itu duduk di tempat yang sama dengan Gatra tadi.
"Hei, Papamu ini baru aja pulang. Kamu tidak mau say hi?" tanya Dito sedikit menyindir Gesang.
"Kamu anak kebanggaan Papa satu-satunya, Nak. Apapun yang kamu rasakan pasti Papa rasakan juga. Kamu tidak bisa menutupi serapat mungkin masalah yang kamu punya, sekecil apa pun masalah itu, pasti Papa ikut merasakannya," ujar Dito membuat Gesang menekuk lututnya dan bersidekap dengan lutut yang menjadi tumpuan.
"Cerita sama Papa, kamu ada masalah? Gesang, sebentar lagi kamu Ujian Nasional, itu akhir dari masa pendidikanmu yang penuh warna ini. Kamu harus melakukan yang terbaik buat membanggakan Papa sama Mama."
"Kamu inget kan, prestasi yang sedang kamu perjuangkan untuk siapa? Untuk Papa sama mama. Jangan buat kami kecewa, Nak. Papa sudah bersyukur, sekarang kamu menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Dan Papa minta tolong untuk terus seperti ini. Jangan jadi Gesang yang dulu. Papa tidak mau lagi mendengar ada kabar kamu membuat keributan di sekolahan. Kamu paham?"
Gesang menganggukkan kepalanya. Gesang sudah bertekad untuk itu. Tidak akan Gesang yang sekarang kembali menjadi Gesang yang dulu lagi. Gesang ingin membanggakan kedua orang tuanya, keluarga, dan gadisnya.
"Sekarang, apa masalah kamu? Apa ini menyangkut cewek yang waktu itu mau kamu kenalkan ke Papa? Ah, siapa namanya Papa lupa," ucap Dito mencoba menerka-nerka masalah yang sedang Gesang alami.