Beberapa botol berisi cairan bening yang berbau pekat menemani Galvan selama beberapa hari ini. Semenjak break dengan Rania kehidupannya semakin tidak teratur. Sebelumnya memang sudah berantakan, tetapi sekarang makin berantakan.
"Galvan!" tegur seorang wanita paruh baya yang baru saja masuk ke dalam apartemen milik Galvan.
"Apa-apaan kamu?!" Wanita itu meletakkan tasnya di atas meja dan menghujami putra sematawayangnya itu dengan tatapan murka.
"Apa kamu tidak bisa berubah?! Seharusnya kamu berpikir bagaimana keadaan mereka! Bukannya mabuk-mabukan seperti ini!"
Galvan yang pusing dibuat semakin pusing oleh suara Mamanya. Laki-laki itu memejamkan mata dan menyenderkan tubuhnya.
Mama Galvan tidak bisa lagi menahan kemarahannya. Yang beliau lihat sekarang bukan putranya. Galvan bukanlah laki-laki yang kacau seperti ini.
"Harus berapa kali Mama bilang sama kamu jangan pernah mabuk kayak gini! Kamu pulang, Nak! Mereka nunggu kamu!"
Galvan mendesah. "Cukup, Ma! Galvan tersiksa sama semua ini!" katanya dengan nada tinggi.
Mama Galvan terduduk lemas dengan air mata yang siap meluruh jika matanya berkedip sekali saja.
"Galvan capek. Galvan emang salah, tapi apa nggak bisa semuanya selesai?" adu Galvan kepada Mamanya.
"Kamu nggak bisa lari gitu aja, Galvan. Ini semua salah kamu dan dia. Kalian terlalu jauh bermain-main. Mama nggak mau kamu jadi laki-laki yang tidak bertanggung jawab!"
Galvan mengacak rambutnya frustasi. "Delapan belas bulan, Galvan jadi orang semenyedihkan ini, Ma. Mama nggak kasihan?" tanyanya dengan wajah yang memelas.
Mama mana yang tidak sedih melihat putranya sehancur ini. Mama mana yang tidak sedih dan kecewa saat putranya menghamili seorang wanita?
"Itu salah kamu sendiri. Kamu harus bisa tanggung jawab, Galvan! Anak kamu sudah hampir satu tahun. Kenapa kamu baru menyesal sekarang?"
Galvan menggelengkan kepalanya pelan. "Ma, Galvan waktu itu nggak bisa mikir apa-apa. Galvan di bawah pengaruh alkohol. Nggak sadar sama semua yang udah Galvan lakuin. Ini semua bukan salah Galvan sepenuhnya, Ma," katanya membela diri setelah hampir satu setengah tahun ini diam saja.
"Terus salah siapa? Kamu mau nyalahin Drena?! Kamu sama dia sama-sama salah, Galvan! Mama, Papa, keluarga semuanya udah maafin kamu. Tapi kamu harus bertanggung jawab atas semua yang kamu lakukan, Nak," ucap Mama Galvan memeluk putranya itu.
"Keluarga Drena juga sudah memaafkan kalian, yang terpenting sekarang kalian meresmikan semuanya. Kasihan anak kalian jika sudah besar nanti. Anak perempuan kamu cicit pertama di keluarga Mama, Nak," lanjutnya.