GERA

disasalma
Chapter #49

#49 GERA

"Jangan lupa sama yang semalem gue kasih tau ke elo, Ran," peringat Diko sebelum Rania keluar dari mobilnya. Rania menganggukkan kepalanya.

Seperti biasanya kalau Rania berangkat bareng Diko pasti turun di jalan. Jauh dari gerbang SMA Tirta Jaya. Dengan alasan yang sama tentunya.

Rania yang sudah turun dari mobil, bergegas menuju SMA Tirta Jaya. Sedangkan mobil Diko tetap diam di tempatnya.

Rania berjalan sembari memikirkan apa yang semalam Diko katakan. Bagaimana bisa Rania melupakannya jika itu semua menyangkut Gesang?

Semalam Diko bercerita kalau Gesang balapan, laki-laki itu membakar rokok lebih dari jumlah yang sudah menjadi kesepakatan, yang lebih parah ada salah satu rival-nya di dunia balap dihajar tanpa ampun karena meremehkannya. 

Diko menceritakan secara detail semalam. Dan alasan Gesang kalut itu Rania. Gesang tidak bisa mengontrol emosinya semenjak Rania kembali mementingkan perasaan orang lain. Diko berharap Rania konsisten dengan pilihannya untuk tidak lagi bermain-main dengan hati.

Rania pening memikirkan itu. Seakan-akan keputusan yang selalu ia ambil itu salah.

Suara klakson dari motor di belakangnya seperti mengintrupsi Rania untuk berhenti. Rania menolehkan kepalanya. Penunggang motor yang senantiasa memakai helm itu tidak berniat untuk menghentikan laju motornya. Rania hanya menatap nanar dari tempatnya berdiri.

"Apa lo nggak bisa sekali aja nolak permintaan dia? Bisa nggak lo tegas sedikit aja? Lo terlalu nurut sama keinginan-keinginan dia! Diminta buat jauhin Gesang langsung lo turutin. Sampe-sampe sahabatan aja kudu backstreet. Terus sekarang dia minta bantuan buat deket sama Gesang lo turutin juga? Lo gimana sih?"

"Cuma gara-gara dia iming-imingin lo nggak perlu jauhin Gesang lagi, lo langsung iya-iya aja! Ya kalo gue sih mending backstreet-lah! Gesang jauh lebih bahagia kalo deket sama lo, bukan orang lain. Seharusnya lo ngerti! Jangan buat gue cerewet kayak gini, Ran! Kapan sadarnya sih lo?"

Kalimat demi kalimat yang Diko lontarkan seketika berkelebat hebat di kepalanya. Tambah pening itu yang Rania rasakan. Ingin sekali Rania meluapkan kegusarannya tetapi tidak mau jika sampai menyakiti orang lain.

Entah kebetulan atau apa, Rania kembali bertemu dengan Gesang di lobi. Rania diam, pun begitu dengan Gesang. Rania canggung untuk memulai percakapan. Gesang yang biasanya tidak pernah memperpanjang masalah kini hanya diam. Biasanya Gesang yang memulai duluan, Gesang yang mencoba mencairkan suasana. Tetapi hari ini? Lihat saja laki-laki itu berjalan menuju gedung IPS yang berlawanan arah dengan gedung IPA.

Rania hanya bisa menghela napasnya pelan dan berjalan gontai menuju kelasnya yang berada di lantai atas.

"Gue salah, Sang. Sori," gumam Rania.

>>><<<

Linggar dan Diko saling berbalas kode melalui kontak mata. Mereka berdua seolah-olah berbicara. Melihat Gesang yang sejak pagi tadi tidak membuka suaranya membuat Diko dan Linggar sedikit merasa asing dengan Gesang. Jelas, itu bukan Gesang banget!

Merasa jengah dengan sikap Gesang, Linggar meminta Silvi untuk pindah tempat duduk sementara. Linggar yang sudah mengambil alih bangku Silvi langsung saja memulai aksinya.

"Sang, ada kabar bagus nih dari Brian. Katanya ekskul voli kita bakalan ikut mini tournament antar sekolah. Gimana dah tu? Seru kan? Iyalah! Sebagai mantan anggota yang baik kita harus berkontribusi," ujar Linggar dan kembali melanjutkannya, "ya sebenernya ada sedikit kendala soal anggota. Yang waktu itu loh. Tapi ya udah lah, semuanya udah gue laporin ke pak Hardi."

Gesang masih diam. Malahan laki-laki itu mengambil ponselnya dan membuka salah satu sosial media. Gesang tidak mempedulikan Linggar yang terus berusaha mengajaknya untuk ngobrol.

"Misi gagal, giliran lo, Ko!" Linggar bangkit dan mendorong Diko untuk duduk di bangku Silvi yang tadi ia duduki.

Linggar menyender di dinding dan sedikit melonggarkan dasinya. Sepenuhnya usaha untuk membuat Gesang membuka suara Limggar serahkan kepada Diko.

"Buruan! Bu Siwi keburu masuk," sungut Linggar.

"Sabar napa sih, lagi mikir ini!" balas Diko ngegas. "Gue males banget ngadepin dia kalo lagi galau!" lanjutnya.

"Kalian berdua emang kurang kerjaan ya? Orang lagi galau malah digangguin!" cerca Pipit yang jengah dengan kelakuan Diko dan Linggar.

"Ah Pipit kebanyakan komen!" semprot Linggar. Pipit mencibir dan memilih untuk larut dengan buku di atas mejanya.

Saat Diko hendak membuka mulut dan berkata sesuatu, tiba-tiba Gesang bangkit dari tempatnya dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata apa pun. Seluruh murid di kelas XII IPS-2 seketika ngakak.

"Kelamaan lo anaknya Harven!" cerca Linggar mendendang bangku yang di duduki Diko. "Bloon banget lo ya ampun Diko ... Diko. Mimpi apa gue semalem, lo hari ini jadi agak telmi gini?" ucap masih mencerca Diko. "Perasaan yang biasanya telmi gue," lanjutnya kali ini mencibir dirinya sendiri.

Lihat selengkapnya