Bel pulang sekolah baru saja terdengar. Rania pergi ke kantin untuk menunggu Gesang. Gadis itu tidak sendiri, ada Vida, Fika, Zeya, dan Tisya yang menemani. Bukan tanpa alasan mereka menemani Rania, karena mereka akan menyelesaikan tugas kelompok yang tadi belum selesai karena jam pelajarannya sudah habis.
"Gue mau beli minum dulu." Fika bangkit dari bangku dan berjalan menuju salah satu stand.
"Fik, nitip satu!" teriak Vida dan diangguki oleh Fika.
"Lo kok pucet gitu sih mukanya, Ran? Perasaan tadi pagi masih baik-baik aja, kenapa?" tanya Vida
Rania menggelengkan kepalanya dan mengeluarkan ponsel. Gadis itu mengirim pesan untuk Gesang agar laki-laki itu pulang duluan, karena Rania masih ada perlu. Tetapi belum ada lima menit Gesang sudah membalas dan Gesang akan menunggu Rania sampai selesai.
"Kamu kalo mau pulang duluan nggak pa-pa, Ran, kayaknya kamu sakit deh," pungkas Zeya membuat yang lain menoleh ke arah Rania yang sedang menangkup wajah menggunakan kedua telapak tangannya.
Fika dengan refleks menyingkirkan tangan Rania dan menempelkan punggung tangannya ke kening Rania.
"Pulang aja, Ran, nggak pa-pa kok. Tugasnya juga udah mau selesai tinggal nyalin nomor terakhir ini," ujar Fika sembari menyodorkan sebotol air mineral kepada Vida dan duduk di bangkunya kembali.
"Lebay banget, gue cuma pusing dikit doang," balas Rania.
"Dikasih tau ngeyel!" cibir Tisya sembari menyalin tugas.
Rania diam. Setelah tugasnya sudah selesai, Rania beranjak pergi dari kantin dan menghampiri Gesang yang sudah menunggunya di mobil.
Rania masuk ke dalam mobil Gesang dan mengabaikan sapaan laki-laki itu. Bahkan, Rania sibuk memakai seatbelt, saat Gesang bertanya Rania mau makan dulu atau tidak.
Gesang menghela napas berat dan menginjak gas. Melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dan sesekali melirik Rania yang memegangi kepalanya dan melihat ke arah luar terus.
"Sakit?" tanya Gesang berniat untuk mengecek kening Rania tetapi tangannya malah ditepis.
"Masih cemburu?" tanya Gesang lagi, tetapi nihil, Rania tidak menjawabnya malahan gadis itu memejamkan mata.
"Kalo nggak cemburu jangan kayak gini, Ran," sambung Gesang.
"Gue tuh pusing, Sang, bisa nggak sih jangan bacot mulu?!" sahut Rania kesal.
"Heh, ngomong yang baik!" tegur Gesang, "gue nggak suka lo ngomong kasar kayak tadi."
"Ya udah diem!"
Rania memegangi kepalanya yang semakin terasa pening. Gesang yang melihat itu jadi tidak tega.
"Gue beliin obat ya? Atau lo mau ke dokter aja?" tawar Gesang setelah menghentikan mobilnya di depan sebuah apotek 24 jam.
"Gue nggak pa-pa, cuma pusing biasa doang, biasalah lagi banyak pikiran," balas Rania menjauhkan tangan Gesang dari pipinya.