Gesang semalam sudah meminta tolong kepada Lakra untuk mencari bukti dan beruntungnya Lakra langsung sanggup. Gesang sangat berterima kasih untuk itu.
Gesang paham dengan perasaan Rania, dan Gesang ingin menunjukkan kepada Rania apa yang sebenarnya terjadi setelah bukti-bukti sudah ada di tangannya, agar Rania percaya dan tidak menganggapnya omong kosong.
"Gesang, kamu kemarin ke mana aja sih? Kok hape kamu nggak aktif?" tanya Lusiana yang sudah duduk di samping Gesang setelah memesan makanan.
"Gue nemenin Rania di rumah sakit. Emang kenapa?"
Lusiana melipat kedua lengannya di atas meja. "Nggak pa-pa, aku cuma mau kasih kamu selamat aja. Masuk tiga besar kan?"
Anggukan Gesang dilengkapi dengan senyumannya. "Iya, gimana hasil lo?" tanya Gesang balik.
"Nggak buruk sih, cuma belum bisa sebaik lo. Gara-gara itu gue nggak bisa maksimal kalo lagi ujian," keluh Lusiana.
"Sabar aja, lo bisa sembuh kok dari rasa trauma lo itu," kata Gesang pelan memberi kesan tenang untuk Lusiana.
Lusiana menganggukkan kepalanya. Sori ya, Sang, gue enggak akan jujur sebelum lo bener-bener udah gue milikin seutuhnya.
"Btw, Rania sakit apa?" tanya Lusiana basa-basi.
"Dia cuma butuh istirahat, bukan sakit parah. Doain aja biar bisa sekolah lagi," jawab Gesang dan diangguki oleh Lusiana.
"Sang, nanti malem ada waktu nggak?" tanya Lusiana.
"Nanti malem gue ada janji sama orang," jawab Gesang.
"Rania?"
"Bukan. Gue ada janji sama temen. Rania kan di rumah sakit," kata Gesang.
Lusiana menghela napas pelan. "Jadi lo nggak bisa?" tanyanya untuk yang kesekian kali.
Gesang menggelengkan kepalanya. "Sori ya. Kalo gitu gue mau ke kelas dulu. Lo mau bareng?"
"Enggak, Sang, gue lagi pesen makan," balas Lusiana.
Gesang menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi. Sepeninggal Gesang, Lusiana berdecak kesal. Malam ini Lusiana ingin mengajak Gesang nonton. Ada film bagus yang sekarang sedang ramai diperbincangkan.
Lusiana menoleh ke arah suara yang tiba-tiba menyita kepekaan telinganya. Ada Tisya di meja sampingnya, gadis itu duduk sendirian dan tengah menerima telepon dari seseorang.
Sayup-sayup Lusiana mendengar Tisya mengatakan, "Malam ini tunggu gue di jalan panjang yang jarang di lalui orang-orang."
Lusiana memalingkan wajahnya saat Tisya tiba-tiba menutup ponsel dan menatapnya tajam.
Tisya menyimpan ponselnya dan menikmati makanan yang sudah tersaji di depannya.
Sedangkan Lusiana mulai memutar otak memahami perkataan Tisya. Untuk apa Tisya membuat janji dengan orang di daerah itu. Daerah itu terkenal sekali karena menjadi sarang preman.
Apa iya Tisya bergaul sama preman? Batin Lusiana bertanya-tanya. Mending gue dong, main cantik pake tangan sendiri ketimbang sama dia, ngandelin orang. Seringaian jahat Lusiana tercetak jelas dan memandang Tisya remeh.
"Lusiana!"
Lusiana mendongakkan kepalanya dan meneguk air mineral setelah menelan makanannya. Ia terkejut saat Gea dan Vita datang menghampirinya dengan aura seperti orang yang marah tetapi mata mereka menyiratkan kekecewaan.
"Kenapa sih kalian?" tanya Lusiana bingung.
Gea mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memperlihatkan itu ke Lusiana. Membuat Lusiana terkejut bukan main dan merebutnya.