Satu bulan berlalu dari kejadian di taman itu Gesang perlahan untuk mengontrol egonya agar tidak menemui Rania. Gesang juga lebih sering menghabiskan waktu bersama kedua sahabatnya dan juga Lusiana di sekolahan. Gesang seperti kembali merasakan awal bersekolah di SMA Tirta Jaya. Gesang bersahabat dengan Lusiana dan dua teman Lusiana, serta Gesang belum mengenal siapa itu Rania.
Hari ini, Gesang melihat seluruh pengurus OSIS dan seluruh guru serta karyawan SMA Tirta Jaya sedang sibuk mempersiapkan acara doa bersama untuk Ujian Nasional hari Senin besok.
"Yan, lo perlu bantuan?" Gesang menghampiri Brian, Si Ketua OSiS. Namun, Brian menggelengkan kepala dan mengangkat tiga kursi lipat sendirian.
"Gue bisa sendiri kok, Bang, lagian ini cuma ngeranting doang ke yang lainnya. Lo kan mau ujian, mending belajar aja sana," balas Brian diakhiri kekehan kecilnya.
Gesang menganggukkan kepala dan menepuk bahu Brian. "Semangat! Gue bantu doa aja ya?" katanya lalu diangguki oleh Brian.
Gesang kembali melangkahkan kakinya menuju kelasnya untuk mengambil tas. Sejak pagi tadi Gesang sudah berada di sekolah karena ada les tambahan terakhir untuk menempuh Ujian Nasional.
"Sang, tadi dicariin sama Diko," ujar Pipit saat Gesang masuk ke dalam kelas.
"Bocahnya di mana sekarang?"
"Diko sama Linggar lagi godain adik kelas noh di deket lapangan voli indoor," jawab Pipit membuat Gesang mengerutkan keningnya.
"Tumben Diko mauan diajakin Linggar," gumam Gesang. "Ya udah gue ke sono dah. Eh lo semua buruan kumpul di aula bentar lagi acara doa bersamanya mau mulai," ucapnya lagi dengan suara yang lantang. Setelah mendapat respons dari teman-teman sekelasnya Gesang ngacir pergi.
Gesang melangkahkan kakinya menuju tempat yang sudah Pipit katakan tadi. Lorong menuju lapangan voli indoor sangat ramai oleh kelas sebelas. Bahkan Gesang tak henti-hentinya membalas sapaan dari adik kelasnya, laki-laki atau perempuan sama saja semuanya menyapa Gesang.
"Zeya, kok sendirian?" Gesang berhenti di depan Zeya yang ikut berhenti. Tidak mungkin Zeya melanjutkan langkahnya dan menabrak tubuh Gesang. Bisa-bisa Zeya mendapatkan seruan dari siswa-siswi di sekitarnya.
"Iya, Kak, aku habis nganterin Tisya ke UKS," jawabnya.
Gesang menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi setelah Zeya pamit pergi. Gesang dapat melihat Linggar di depan sana sedang berfoto ria dengan siswi-siswi yang notabenenya adik kelas, sedangkan Diko menjadi fotografer dadakan untuk Linggar. Gesang terkekeh melihatnya.
"Woi, gue ikutan!" Gesang berseru dan segera memposisikan dirinya di samping Linggar yang dikerumuni sekitar delapan siswi.
Diko melongo melihat Gesang sudah siap dengan gayanya. "Terus gue yang motoin gitu?" ketus Diko.
"Sekali-sekali, Ko, buruan deh keburu nambah banyak yang ikutan foto!" celetuk Linggar.
Diko menghela napasnya panjang dan mulai mengarahkan kamera ponselnya ke mereka semua yang ada di depannya. Foto memakai ponselnya, ia juga yang menjadi fotografer dadakannya.
"Udah," ucap Diko menyimpan ponselnya.
"Kak Diko nanti share ya fotonya!" celetuk salah satu siswi yang ikut foto tadi.
"Ntar gue kirim ke Linggar, kalian ntar minta ke Linggar aja," balas Diko langsung disetujui oleh mereka semua.
"Besok lagi ya adik-adik manis. Gue sama sahabat-sahabat gue ke aula dulu," kata Linggar merangkul Gesang dan Diko.
"Makasih Kak!"
Seruan itu terdengar nyaring sepanjang lorong. Linggar sudah lama tidak berbaur dengan adik kelas. Itu Linggar lakukan untuk memberikan kenang-kenangan kepada adik kelas yang selalu ramah padanya.
"Bentar lagi sekolah ini bakalan jarang kita datengin, Bro. Kita pasti udah sibuk sama kuliah masing-masing," ucap Linggar.
"Iya, Diko ke Singapur, gue ke Jogja, dan lo milih tetep di Jakarta. Kita bertiga pisah kuliahnya," timpal Gesang.
"Yang penting komunikasinya, kita kan ada grup di WhatsApp, kalo nggak ada yang egois atau lupa sama temen sih grup itu bakalan rame terus," sahut Diko.
"Bener. Awas aja lo berdua lupa sama gue, bakalan gue samperin kalian satu per satu!" Ancaman Linggar malah menjadi bahan tertawaan untuk Gesang dan Diko.
"Itumah lo-nya aja yang kangen sama kita berdua, Gar," cibir Gesang. Linggar nyengir dan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
"Gar, semalem Lusiana ngomong sama gue ...," cetus Gesang belum selesai namun Linggar sudah memotongnya, "Ngomong apaan?"
"Dengerin dulu makanya!" Gesang menoyor kepala Linggar.
"Vita mau ketemu sama lo, udah mau ujian juga nggak baik lo masih marah sama dia. Lagian kan Vita juga nggak sepenuhnya salah," lanjut Gesang.