Baru saja Rania mendapatkan pesan dari Gesang. Laki-laki itu meminta Rania untuk tidak memasukkan ke hati kata-kata mamanya tadi. Tentu Rania tidak akan memasukkan ke dalam hati. Rania bisa memakluminya. Rania memang sempat tersinggung tetapi ya sudahlah lupakan saja. Rania juga tadi ingin pulang karena tidak mau membuat mama Gesang semakin marah dan berpikir macam-macam tentangnya.
"RANIA!"
Pekikan dari luar kamar, membuat Rania mendengus pelan. Rania tahu itu suara siapa.
"Masuk nggak dikunci!"
Beberapa saat kemudian, pintu kamar Rania terbuka. Diko masuk ke dalam kamar sepupunya itu dengan setumpuk soal Matematika. Rania tau tujuan Diko apa.
"Ajarin gue, Ran," pinta Diko memelas.
"Wani piro?" tantang Rania sembari menaikturunkan alisnya.
"Ah lo gitu amat sama gue, kapan-kapan gue traktir deh," sahut Diko. Rania mengangguk setuju.
"Aturan mah gue kali Kak yang minta diajarin sama lo. Bukan malah lo yang minta diajadin sama gue. Kan secara tingkatan pendidikan lo lebih tinggi," pungkas Rania.
"Iya nanti kalo gue bisa gue ajarin lo. Sekarang lo ajarin gue dulu nih materi kelas sebelas sama sepuluh, gue ribet banget nyari rumus-rumusnya. Lo masih inget nggak?"
"Lo lupa juga emang? Nggak lo, nggak Gesang sama aja! Jangan sampe Kak Linggar juga lupa," sahut Rania.
Diko mengerutkan keningnya, Rania tadi bertemu Gesang?
"Apa lo mau nanya gue tadi ketemu sama Gesang gitu?" tebak Rania.
"Kok lo tau? Cenayang lo ya!"
"Enak aja! Dari muka lo kelihatan," balas Rania menunjuk muka Diko dengan pensil di tangannya.
"Kelihatan apa? Kelihatan ganteng ya? Makasih, lo juga cantik."
Rania bergidik geli. "Kelihatan keponya!"
"Udah-udah, jadi gue ajarin nggak nih?"
"Ya jadi, Ran," balas Diko sudah siap dengan membuka soal Matematika yang merupakan materi kelas sepuluh dan sebelas.
Diko selalu mengeluh dan mencubit Rania jika terlalu cepat menjelaskannya, membuat Rania sering marah-marah. Lagi pula, saat Rania menjelaskan Diko malah mencari celah untuk mengobrol tentang Zeya, bagaimana Rania tidak marah padanya.
"Bisa konsentrasi nggak sih, Kak? Ampun dah nggak bisa anteng dari tadi!" hardik Rania mulai jengah dengan Diko yang tidak serius.
Diko meringis pelan. "Ini konsen kok, tapi lo kapan-kapan ajakin Zeya main ke sini ya," pintanya lagi-lagi mencari celah.
"Sejak kapan sih lo suka sama Zeya?" tanya Rania menatap serius kedua mata Diko.
Diko yang mendapat pertanyaan seperti itu mencoba menyangkal, "Apaan sih lo nanya begitu? Siapa yang suka sama Zeya?"
"Gelagat lo tuh aneh tau nggak?! Suka kan lo sama Zeya. Kalo lo suka sama Zeya, kak Valleta mau lo ke manain? Astaghfirullah, Kak Diko jangan main-main ah sama hati," timpal Rania.
Diko terkekeh pelan dan mengacak puncak kepala Rania. "Kan lo tuh sama aja sama Gesang apalagi Linggar noh. Mikirnya jauh banget gue bakal suka sama Zeya. Tapi emang iya sih, kalo deket sama Zeya ada rasa lain gitu," ungkapnya.
Rania gemas sekali dengan laki-laki di depannya ini. Serasa ingin mencakar-cakar wajahnya sampai laki-laki itu mengadu sakit.
"Tuh kan! Gue aduin ke tante nih kalo lo macem-macem. Kak, Zeya tuh sahabat gue, janganlah lo mainin hati dia," ujar Rania kesal.
"Bercanda Rania. Lo serius amat sih jadi orang. Jangan serius-serius nanti Gesang baper," kata Diko ngawur membuat Rania semakin kesal.
"Dih, pake bawa-bawa Gesang!"
Diko tertawa sejenak dan mengembangkan senyumnya. Gue masih sayang Valleta.
>>><<<
Hampir dua minggu, UNBK dan USBN sudah berlalu. Seluruh murid kelas dua belas SMA Tirta Jaya sudah memasuki waktu-waktu tenang. Hari ini, pertama kalinya Rania dan Diko berangkat bersama hingga memasuki kawasan SMA Tirta Jaya.
Semalam, Diko menghampiri Rania di kamarnya. Diko berkeinginan untuk memberitahu semua teman-temannya jika dirinya dan Rania itu saudara. Sepupuan.
Diko membantu Rania turun dari motornya. Membukakan helm yang Rania kenakan.
"Mata gue kelilipan, tolongin dong, Kak!" Rania berujar sedikit pelan karena matanya yang mulai perih akibat kelilipan.
Diko melepas helmnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Rania. Diko meniup mata kiri Rania berulang kali sampai Rania merasakan matanya tidak perih dan mengganjal lagi.
Kejadian itu tertangkap jelas dari mata Gesang yang berdiri di dekat pintu lobi. Sepasang mata hitam legamnya menatap tajam ke arah dua orang di area parkiran sana. Gesang melihatnya dari balik punggung Rania. Berjarak sekitar dua puluh meter. Adegan itu seperti orang yang sedang dimabuk cinta. Gesang dulu sering melihatnya di dalam kelab. Bukti-bukti yang Gesang dapat dari Lakra terjatuh begitu saja. Kedua tangan Gesang terkepal kuat. Rahangnya ikut mengeras. Gesang tertawa getir dan berlalu dari tempat itu.
Pagi-pagi seperti ini, suasana hatinya sudah tidak kondusif. Rania, gadis yang ia perjuangkan berbuat mesra bersama laki-laki yang notabene sahabatnya sendiri.
"Penghianat lo!" Gesang menghantamkan tangannya yang terkepal erat ke dinding di rooftop SMA Tirta Jaya yang sangat sepi. Punggung tangan laki-laki itu yang tadinya bersih sekarang dipenuhi bercak darah karena berulang kali Gesang menghantamkan tangannya ke dinding. Miris sekali kelihatannya.
Gesang menunduk, menempelkan keningnya ke dinding. "Lo berdua penghianat! Arrgggghhhhhhh!" Gesang menendang kardus-kardus besar yang ada di sampingnya.
Napas Gesang memburu mengingat kejadian yang ia lihat beberapa waktu lalu. Semuanya seperti mimpi. Kejadiannya begitu cepat. Baru saja Gesang ingin membuktikan kepada Rania bahwa ucapannya bukan sekadar omong kosong belaka. Namun, mengapa semuanya menjadi seperti ini?
"BERENGSEK!!!" umpat Gesang kembali menghantamkan punggung tangannya ke dinding. Tidak peduli bagaimana nasib tangannya. Itu tidak lebih sakit daripada hatinya.
>>><<<
Latihan untuk acara promnight besok lusa sudah selesai. Rania, Rahmat, Anung, dan Putra berniat untuk ke kantin. Menyegarkan tenggorongkan mereka setelah hampir satu jam berlatih. Rania terkekeh pelan melihat Anung kepentok pintu saat ingin mengunci ruang musik.
"Ih pake kesandung segala mau ngunci pintu doang," cibir Rania.
"Cobaan," celetuk Anung sembari mengusap-usap keningnya.
"Ran, Ran, gawat!" jerit Lusiana yang berlari ke arah ruang musik membuat Rania dan Trio RAP keheranan. Ada apa kakak kelas itu lari-larian? Dan apa yang gawat?
"Kenapa?" tanya Rania.
Lusiana mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Setelah sedikit mereda, gadis itu menjawab pertanyaan Rania, "Gesang, Gesang sama Diko berantem di kelasnya!"