GERA

disasalma
Chapter #68

#68 GERA

Keesokan harinya, Gesang masih senantiasa termenung di dalam kamarnya sendirian. Kenyataan pahit yang ia terima dua hari lalu seakan menjadi bomerang di dalam kehidupannya. Gesang seperti tidak memiliki semangat untuk keluar dari kamar. Ponselnya pun dari dua hari lalu tidak terjamah sama sekali oleh tangannya.

Gesang meraih korek api di atas nakas. Ini untuk kesekian kalinya Gesang membakar batang rokok setelah dua hari berdiam diri di kamar.

Asap putih pekat membumbung tinggi dan keluar melalui celah-celah pintu balkon kamar laki-laki itu yang sedikit terbuka. Hidup Gesang dua hari ini terlihat sangat menyedihkan hanya karena hatinya yang sedang terluka.

Pintu kamar Gesang terbuka, membuat si pemilik kamar menolehkan kepalanya ke arah Linggar yang baru saja masuk dan membawa kantong plastik berwarna putih. Gesang selalu tidak peduli saat sahabatnya itu datang menemuinya.

"Gue bawain makanan. Bukan dari gue sih, tapi dari bang Gantan," kata Linggar menaruh kantong plastik yang ia bawa di depan Gesang yang sibuk dengan satu batang candu yang diselipkan di bibirnya.

"Lo nggak bosen di kamar terus?"

"Nanti lo dateng ke acara promnight, kan?"

"Nggak lucu, seorang Gesang Radito Granasta nggak dateng ke acara promnight angkatannya sendiri cuma karena masalah cewek."

Gesang menghembuskan napasnya sekali hentakan dan tersenyum sinis. "Peduli apa gue?"

"Sang, ayolah. Semuanya bisa dibicarain baik-baik. Lo harusnya dengerin penjelasan Rania. Lo dengerin penjelasan Diko juga," kata Linggar yang sudah jengah dengan Gesang yang tiba-tiba menjadi childish seperti ini.

"Dari kemarin Diko udah berusaha buat ketemu sama lo tapi sama sekali nggak lo sambut dengan baik. Inget, Sang, jangan bikin persahabatan lo sama Diko hancur cuma gara-gara masalah cewek!"

"Cuma lo bilang? Lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, makanya lo gampang ngomong kayak gitu! Yang ada niat buat ngehancurin kan dia bukan gue. Emang dasarnya dia berengsek pantes ditinggal sama Valleta," balas Gesang kembali tersulut emosinya.

"Seenggaknya gue nggak childish kayak lo! Lo main gebukin aja sahabat lo sendiri sebelum lo denger penjelasan dia! Pikiran lo kenapa jadi busuk gitu tentang sahabat lo sendiri?"

Gesang tertawa sinis dan melumatkan rokoknya ke asbak. Gesang merenggangkan otot-ototnya. "Lo mau gue bikin kayak si penghianat itu, hah?"

"Emang lo udah dengerin penjelasan mereka? Lo bayangin aja, hati siapa yang nggak sakit kalo lihat orang yang lo sayang itu ciuman sama sahabat sendiri?"

Linggar menggelengkan kepalanya. "Kita sama, belum denger penjelasan mereka, Sang, jadi jangan ambil keputusan sendiri. Iya, emang gue juga belum denger penjelasan mereka tapi gue mencoba buat tetep berpikir positif karena Diko sahabat gue, Rania juga udah gue anggep sahabat. Apa salah gue coba buat lurusin masalah ini ke elo? Apa salah gue jadi mediator di antara kalian?"

Gesang diam mendengar ucapan Linggar. Pikirannya semakin kalut dibuatnya. Ingin sekali Gesang enyah dari sini dan melupakan semua kejadian yang sudah ia lalui. Gesang tidak sanggup lagi sakit hati seperti ini. Sekalinya Gesang merasakan cinta kepada lawan jenis, rasanya malah menyakitkan seperti ini.

"Sang, tolong dengerin dulu penjelasan Rania. Lo sayang kan sama dia? Lo cinta juga kan sama dia? Apa lo tega bikin Rania nangis karena lo?"

Linggar mencoba untuk meredam emosi Gesang. Linggar ingin Gesang tidak menyesal di kemudian hari karena egonya. Sekecil atau sebesar apapun masalah jika disikapi dengan kepala dingin tidak akan menjadi serumit ini. Menurut Linggar, Gesang hanya perlu waktu untuk mengembalikan suasana hatinya yang sedang remuk redam.

Gesang mengusap wajahnya dan duduk di lantai marmer kamarnya. Gesang menangkup wajahnya menggunakan dua tangan. Rasa kesal, marah, kecewa, sedih, dan emosional bercampur menjadi satu di hati Gesang. Gesang menyayangkan semua ini terjadi. Ingin rasanya menyerah untuk mempertahankan rasa cintanya untuk gadis yang membuatnya kecewa. Gesang ingin bahagia sebentar saja.

"Gue tau, Sang, lo kecewa banget sama mereka. Tapi seenggaknya dengerin dulu penjelasan mereka," ujar Linggar lagi.

Gesang mendesah pelan. "Gue yang berjuang dia yang dapetin hatinya. Sakit nggak coba lo bayangin sendiri jadi gue."

"Kalo emang sahabat lo itu mau sama Rania ya bilang dari awal. Emang masih jaman nikung temen?"

"Semua-mua dia gebet. Valleta, Zeya, sekarang Rania? Dia mikir nggak perasaan orang lain?"

Linggar mendekat ke arah Gesang dan duduk di sampingnya. Linggar menepuk bahu Gesang dua kali dan tersenyum simpul.

"Diko pasti punya alasan. Kita sahabatan udah lama, Sang. Lo tau baik dan buruk dia. Nggak mungkin Diko kayak gitu," ucap Linggar menyanggah semua perkataan Gesang tadi.

"Lo juga paling tau kan gue nggak suka temenan sama penghianat?" Gesang membalasnya membuat Linggar mengangguk paham.

"Ada baiknya kalo lo ketemu sama Diko, dengerin semua penjelasan dia. Lo juga ketemu sama Rania, lo dengerin penjelasan dia. Ini semua pasti ada jalan keluarnya."

"Lo enak, Gar, bisa ngomong kayak gitu. Lo nggak ngerasain apa yang gue rasain," sahut Gesang diakhiri dengan kekehan mirisnya.

Lihat selengkapnya