GERA

disasalma
Chapter #70

#70 Selesai

Hari Sabtu yang cerah ini, seluruh murid kelas dua belas SMA Tirta Jaya telah dinyatakan lulus seratus persen. Silih berganti mereka naik ke mimbar untuk penyerahan ijazah dan pengalungan samir.

Tadi sebelum acara ini dimulai kepala sekolah dan kesiswaan meminta Diko dan Gesang beserta walinya datang ke ruang kepala sekolah. Ijazah Gesang akan ditahan jika belum bertanggung jawab atas apa yang sudah laki-laki itu lakukan, Gesang juga harus meminta maaf kepada Diko. Dan itu semua sudah Gesang lakukan. Gesang nanti akan mendapatkan ijazahnya. Mereka berdua sudah damai. Namun, Diko belum sempat menjelaskan karena acara purna siswa sudah akan dilaksanakan.

Gesang juga sudah memaafkan Lusiana tadi saat bertemu di depan mimbar. Gesang ingin berhubungan baik dengan semua sahabat-sahabatnya.

Setelah selesai dengan rangkaian acara, seluruh murid kelas dua belas SMA Tirta Jaya berfoto bersama wali kelas masing-masing.

Tidak terasa bagi mereka yang sudah menamatkan pendidikan di SMA Tirta Jaya. Semuanya terasa begitu cepat. Kini hanya tersisa kenangan untuk mereka semua di masa yang paling indah dalam siklus kehidupan ini.

Begitu juga dengan Gesang. Masa SMA-nya sangat berwarna. Bahagia dan sedih ia rasakan selama tiga tahun ini. Ditambah hasil Ujian Nasional-nya juga memuaskan. Walaupun tidak masuk lima besar Gesang tetap bersyukur karena masih dalam sepuluh besar. Papanya juga bangga melihatnya bisa lulus sesuai target ini.

Gesang meletakkan ijazahnya di dalam laci beserta samirnya. Gesang sudah memenuhi semua kesepakatannya bersama sang papa. Gesang masih sedikit tidak percaya bisa memenuhinya. Hari ini, lebih tepatnya tadi setelah pengumuman kelulusan Gesang sangat bahagia.

"Sekarang kamu bebas menikmati pencapaian kamu, Gesang. Kamu boleh pacaran seperti remaja lain," ujar Dito dari ambang pintu kamar Gesang. Gesang yang mendengar itu hanya bisa tersenyum getir.

Setelah Gesang mendapatkan izin dari papanya. Gadis yang ia cintai dan akan ia jadikan pacar pertama malah mengecewakannya. Semua jauh dari ekspektasi. Semua keinginannya sudah tidak bisa ia wujudkan sekarang.

Gesang butuh waktu untuk mengembalikan suasana hatinya. Gesang masih belum bisa menerima semua ini. Dari luar memang Gesang terlihat baik-baik saja, tetapi hatinya masih rapuh. Gesang belum bisa meredam gejolak di hatinya.

"Kenapa diam?" tegur Dito saat Gesang tidak membalasnya.

Gesang menggelengkan kepalanya pelan dan melepaskan jas berwarna hitam yang ia pakai.

"Apa karena Rania? Kamu seperti ini karena Rania, kan? Dia penyemangat kamu hingga kamu berhasil mencapai target kamu?"

Gesang terkekeh miris. Papanya memang sangat peka. Itu benar, selain untuk membanggakan kedua orang tua, Gesang sampai pada titik ini juga untuk Rania. Seperti yang sudah dijelaskan tadi. Gesang ingin Rania menjadi pacar pertamanya.

"Kamu sudah besar, Gesang. Kamu sudah menenal cinta dan wanita. Papa pernah muda sepertimu. Papa tahu apa yang kamu rasakan. Di usia kamu yang sekarang, pola pikir kamu masih kekanak-kanakan. Masih terlalu labil untuk memutuskan sesuatu. Papa tidak ingin kamu menyesal nantinya, makanya Papa bicara ini sama kamu," ujar Dito sembari melangkahkan kakinya mendekati putra semata wayangnya yang sudah membanggakannya.

"Temui Rania, dengar semua penjelasannya. Itu yang harus kamu lakukan sekarang. Sebagai seorang laki-laki sejati," suruh Dito lalu menepuk bahu Gesang dua kali.

Gesang memalingkan wajahnya ke arah frame wajah Rania yang masih bertengger manis di atas nakas miliknya. Senyum Rania dalam foto itu sangat hangat. Gesang merindukan senyum itu. Rindu melihat langsung senyum itu.

"Sekarang, Pa?" tanya Gesang dibalas anggukan mantap dari Dito.

"Diko belum sempat menjelaskan semuanya kan tadi? Maka dari itu temui Rania, biar dia yang menjelaskan," balas Dito.

Setelah bergelut dengan batinnya, Gesang memutuskan untuk memberikan satu kesempatan untuk Rania menjelaskan semua yang sudah terjadi.

Gesang tidak ingin menyesal, seperti yang sudah papanya katakan tadi. Gesang menyambar jaket dan kunci mobilnya. Tujuan Gesang hanya satu sekarang. Rumah Rania.

Setelah dua puluh menit mengemudikan mobilnya dan berpikir matang-matang dengan keputusan yang telah ia ambil. Gesang sampai di depan rumah Rania. Gesang menyiapkan diri untuk bertemu Rania. Kini rasa gugup menghinggapinya. Jantungnya semakin berdebar-debar.

Tekad Gesang sudah bulat. Laki-laki itu keluar dari mobilnya. Apa yang ia akan dapatkan nanti itu urusan belakangan. Yang Gesang harus lakukan sekarang menemui Rania dan meminta gadis itu untuk menjelaskan semuanya.

"Loh Mas Gesang ternyata. Ada perlu sama siapa, Mas Gesang? Sudah lama sekali Mas Gesang tidak datang kemari," ucap Mang Burhan yang tengah membukakan gerbang untuk Gesang.

"Rania-nya ada, Mang?" tanya Gesang tanpa basa-basi. Alis Gesang terangkat sebelah saat melihat air muka Mang Burhan berbeda dengan beberapa sekon tadi.

"Anu Mas itu, Neng Rania-nya anu," balas Mang Burhan bingung harus menjawab bagaimana karena sebelum Rania pergi dua hari lalu, Mang Burhan sudah diwanti-wanti oleh gadis itu jika ada yang menanyakan Rania, bilang saja tidak tahu.

"Mang? Rania-nya ada, kan? Saya mau ketemu," cetus Gesang.

Mang Burhan terlihat kelimpungan harus menjawab bagaimana. Gesang pun bingung melihat gelagat aneh Mang Burhan.

Gesang menoleh ke arah pintu rumah yang terbuka. Matanya menyorot tajam ke arah laki-laki yang pagi tadi ia temui di ruang kepala sekolah. Gesang kembali menatap ke arah Mang Burhan yang sedang tersenyum kaku.

Gesang dan Diko sama-sama melangkah mendekat satu sama lain. Mereka berdiri dengan jarak satu meter. Gesang mengusap rambutnya ke belakang dan tersenyum miring.

"Ngapain lo di sini?" tanya Gesang pada intinya.

"Lo sendiri ngapain di sini?" balas Diko balik bertanya.

Gesang berdecih. "Yang ada orang nanya itu dijawab. Bukan malah ditanya balik."

"Gue nggak mau lagi berantem sama lo, Sang."

"Siapa bilang gue mau berantem lagi sama lo?" balas Gesang sewot.

Diko tersenyum sinis. "Lo cari Rania?" tebaknya. Saat Gesang diam saja di tempatnya tidak merespons apa pun, Diko kembali melanjutkan ucapannya, "Kalo iya, lo udah terlambat. Rania balik ke Babel."

Raut wajah Gesang yang datar berubah menjadi sedikit berekspresi. Gesang terkejut mendengarnya.

"Maksud lo apa? Lo ngumpetin Rania di dalem, kan?" balas Gesang malah menuduh. "Minggir gue mau ketemu sama dia!"

Gesang menabrak bahu Diko dan berjalan ke arah pintu utama rumah Marwah ini. Gesang berhenti saat melihat Marwah keluar.

"Nak Gesang," Marwah terkejut melihat Gesang. "Cari siapa?" tanyanya.

"Rania ada Tante?" balas Gesang sembari melirik sejenak Diko yang terlihat menertawakannya.

"Rania pulang ke Babel, Nak. Rania sudah tidak di sini," jawab Marwah dengan senyum paksanya.

Gesang tersenyum simpul. Laki-laki itu mengusap wajahnya gusar. Gesang duduk ngemper di teras depan rumah ini. Spot yang sering ia duduki bersama Rania beberapa waktu lalu.

Marwah yang melihat itu hanya bisa diam dan memilih untuk masuk ke dalam setelah putranya memberikan kode padanya.

"Lo kenapa nggak pamit sama gue?" lirih Gesang yang terbayang-bayang oleh wajah Rania. Wajah kala gadis itu tersenyum, tertawa, sedih, hingga menangis.

Gesang mendongakkan kepalanya. Menatap Diko serius. "Sekarang lo jelasin ke gue!" pintanya.

Diko mengangguk dan berdiri di dekat Gesang. Diko menghirup udara dan mengeluarkannya perlahan sebelum menjelaskan semuanya pada Gesang.

"Lo salah paham sama gue dan Rania. Kami waktu itu nggak ciuman. Posisi lo lihat kami itu yang buat lo bisa berasumsi kayak gitu. Gue waktu itu cuma bantu niupin mata Rania, karena dia kelilipan. Demi apa pun gue nggak ada niatan buat cium dia. Itu kan yang bikin lo marah banget sama gue sampai lo gebukin gue di kelas?"

Diko tersenyum sejenak dan kembali melanjutkan ucapannya. Diko yakin pasti akan menyesal mendengar semua ini.

"Satu hal penting yang harus lo tau adalah gue sama Rania itu sepupuan."

Lihat selengkapnya