Jin yang paling rajin mengikutimu ke mana-mana benama Neneng. Ia mengambil wujud seorang perempuan muda yang mengenakan kamisol dan bawahan batik. Sebenarnya Neneng punya paras yang cantik, khas kembang desa. Apalagi rambutnya yang hitam panjang dikepang sehingga tidak awut-awutan seperti kuntilanak pada umumnya. Sayang, sebagai jin yang mengambil wujud dari seorang korban pembunuhan, Neneng tetap menyeramkan dengan wajah bersimbah darah, dan perut serta dada yang penuh luka tusuk.
Kamu berkisah, waktu SMA, kamu dan teman-teman sekolah pernah liburan ke pantai Pelabuhanratu. Di sanalah kamu berjumpa dengan Neneng. Ia terus mengikutimu, membuatmu sedikit risi. Ia bilang, ia cuma mau cerita ke kamu. Kamu awalnya malas karena pasti ceritanya tragis—selalu begitu!—dan setelahnya, energimu pasti jadi cepat terkuras. Tapi, karena si Neneng tak kunjung lelah mengikutimu, kamu akhirnya mau juga mendengarkan ceritanya. Atau, lebih tepatnya, cerita si Neneng, gadis desa yang pernah hidup di Sukabumi seratus tahun lalu pada masa Belanda.
Neneng si gadis desa awalnya hidup sederhana tapi bahagia. Ia membantu orang tuanya berjualan di pasar, dan sudah punya calon suami, seorang petani muda bernama Jaka. Jaka tidak tampan namun baik hati dan bertanggung jawab. Namun tragedi datang ke kehidupan Neneng tatkala ada seorang mandor Belanda yang terpikat oleh kecantikan Neneng. Ia ingin mempersunting Neneng tetapi cintanya ditolak. Mandor Belanda itu berang dan kamu sudah bisa menebak bagaimana kelanjutannya.
Si Mandor membayar beberapa centeng untuk membunuh Jaka, supaya Neneng tak punya alasan menolak lamarannya. Rencananya membunuh Jaka berhasil. Tidak demikian dengan merebut hati Neneng. Neneng ternyata lebih memilih mati ketimbang menikahi Mandor Belanda itu. Ia nekat mencoba membunuh Si Mandor meski tidak punya kesempatan karena Si Mandor dijaga oleh centeng-centengnya. Neneng diperkosa sebelum dibunuh dengan cara ditusuk-tusuk pada bagian perut dan dada. Mandor yang sakit hati menyuruh para centeng untuk melempar Neneng ke jurang hingga pecah kepala gadis malang itu.
Waktu itu, kamu tak menyangka bakal menangis usai mendengar cerita Neneng. Kamu sebenarnya bukan orang yang terlalu perasa. Hanya saja, kamu dapat merasakan emosi Neneng yang tersampaikan lewat ceritanya. Hatimu tergerak. Neneng si Jin senang karenanya, apalagi kamu turut bersedih atas kematian Neneng si Gadis Desa. Gara-gara itulah, Neneng si Jin jadinya malah mengikutimu.
Awalnya kamu keberatan diikuti. Tetapi, karena Ki Dwarma tidak bertindak, sekaligus tidak terlihat keberatan dengan kehadiran Neneng, kamu tidak bisa berbuat banyak. Apalagi Neneng berjanji ia tidak akan mengganggumu, menakutimu, dan menyusahkanmu. Ia cuma mau mengikutimu saja karena senang denganmu.
Ki Dwarma, di lain pihak, adalah jin yang sudah lama mengikutimu. Bahkan, kamu sendiri lupa kapan tepatnya. Mungkin saat kamu masih SD. Ia adalah jin yang berpenampilan seperti pendekar tua. Ia mengenakan setelan pangsi serbahitam dan ikat logen di kepalanya. Di pinggangnya terselip kujang dengan gagang sirah maung—gagang berbentuk kepala macan. Kujang itu jarang ia lepaskan dari dalam sarungnya. Ki Dwarma cuma akan mengeluarkan kujangnya itu kalau ada makhluk halus lain yang ingin menggangumu.
Penampilan Ki Dwarma tidak menyeramkan. Ia seperti kakek-kakek pada umumnya, cuma lebih pucat saja, dan ada bekas luka sayat di pipinya. Jadi kamu tidak keberatan dengan kehadirannya. Ki Dwarma punya kebiasaan unik. Ia paling suka duduk berjongkok. Di mana pun. Ia bahkan bisa duduk berjongkok di kabel tiang listrik dan keseimbangannya tidak terganggu sama sekali. Ia cuma berdiri dan berjalan sewaktu bersiaga atau mengikutimu. Kaki kanan Ki Dwarma sedikit lebih pendek dari kaki kirinya, sehingga ia akan tertatih-tatih jika berjalan. Hebatnya, itu tidak menghalanginya untuk mengikutimu. Secepat apa pun kamu berjalan, ia tetap bisa mengekorimu.