Sore harinya, kamu dan kedua sahabatmu balik ke apartemen di bilangan Kalibata. Kalian tinggal bertiga di sana. Awalnya, Jejen-lah yang menyewa sebuah kamar studio di apartemen tersebut. Namun—seiring dengan semakin eratnya persahabatan kalian, dan ternyata ada unit apartemen tiga kamar di tower lain yang sedang dikontrakkan dengan harga murah—kalian memutuskan untuk tinggal bersama. Dengan begitu, kalian bisa hemat uang sewa dan bisa berangkat ke kampus sama-sama. Jadi, sudah sejak tahun lalu kalian menempati unit nomor 101 di tower 1 lantai 10.
Ukuran apartemen kalian tidak besar tetapi cukup lega. Pemilik apartemen mendesain bagian dalamnya dengan gaya modern dan minimalis ala Skandinavia. Warna putih dengan aksen abu-abu mendominasi seluruh ruangan. Perabotan-perabotan di sana juga tidak banyak, hanya yang bersifat esensial saja, bahkan nyaris tanpa pajangan. Setelah kalian menempati unit apartemen itu, barulah kalian tambahkan beberapa ornamen, seperti foto-foto, pernak-pernik yang pernah kalian beli sewaktu liburan, pot-pot tanaman hias, dan apa pun yang ingin kamu tambahkan. Pada dasarnya, Jejen dan Hans mempercayakanmu untuk mendesain apartemen kalian, selama tidak berlebihan. Hasilnya lumayan. Setidaknya, apa yang kamu lakukan tidak menimbulkan protes dari Jejen dan Hans.
Lalu, agar kehidupan kalian lebih nyaman dan menyenangkan, kalian membuat peraturan-peraturan bersama. Kalian membuat jadwal piket membersihkan apartemen tiga kali seminggu; membagi rata uang sewa, tagihan, iuran, dan uang bensin mobil Hans; serta menentukan tugas-tugas rumah tangga, seperti memasak, belanja, mencuci piring, dan lain sebagainya. Peraturan-peraturan itu cukup efektif menjaga kekondusifan di antara kalian. Memang, sesekali Jejen dan Hans suka bertingkah seperti Tom dan Jerry, terutama kalau sudah menyoal tugas dan tanggung jawab. Akan tetapi, biasanya mereka tidak akan marahan dalam waktu yang lama.
Setelah Jejen mandi, kalian mengobrol panjang lagi, termasuk merencanakan liburan semester. Kamu sudah bersiap menghadapi pertengkaran lagi, yakin kalau Jejen dan Hans akan punya dua ide berbeda perihal ke mana kalian akan pergi mengisi liburan. Namun, sore itu adalah sore penuh keajaiban. Keduanya segera sepakat untuk liburan ke Jogja. Kamu cukup kaget sebab mereka mudah sekali mencapai kata mufakat. Walhasil, kamu juga oke-oke saja untuk liburan ke Jogja.
Kalian kembali bersepakat pergi ke Jogja naik kereta saja biar terjangkau. Saat menentukan lokasi-lokasi wisata yang akan kalian kunjungi, barulah Jejen dan Hans bertengkar. Ah, kamu merasa bumi telah kembali berputar pada poros yang semestinya. Bagimu, pertengkaran Jejen dan Hans memang sudah keniscayaan, sehingga rasanya aneh jika hal tersebut tidak muncul di antara mereka.
Kalian baru beres menentukan tujuan wisata di Jogja sewaktu magrib menjelang. Jejen beranjak ke dapur untuk memasak makan malam, sedangkan kamu dan Hans pergi mandi. Kamu mandi duluan, barulah Hans setelahmu. Beres segala ritual usai mandi, kamu keluar kamar untuk membantu Jejen masak spageti instan. Kamu diminta Jejen untuk memotong bawang bombai.
“Eh, by the way, gimana kabar bokap dan nyokap, lo?” tanya Jejen seraya memasukkan spageti ke dalam air rebusan.
“Baik dan sibuk seperti biasanya,” jawabmu.
“Sudah lama, ya, lo nggak pulang ke Bogor menemui mereka.”
“Lho, kan, sebelum UAS gue sempat balik ke Bogor.”
“Iya, itu pun setelah lo nggak balik selama dua bulan lebih.”
Kamu tertawa kecil. “Bilang saja kalau lo kangen pengin ke Bogor dan nginap di rumah gue,” godamu.
“Yaaaa … agak kangen, sih …,” kata Jejen dengan nada agak sengit, “tapi, sebenarnya gue ngomong begini, kan, buat nyindir lo, Combro!”
Kamu tertawa kecil. “Iya, iya, gue tahu, kok. Terus, lo mau nyindir soal apa lagi?”
Jejen mendengkus. Kepalanya bergoyang-goyang masygul seperti seorang ibu yang menahan kejengkelannya kepada sang anak yang nakal tingkahnya. “Gue cuma heran aja, sih,” ungkapnya, mengaduk-aduk saus Bolognese di panci. “Rumah orang tua lo di Bogor, tapi lo malah ngontrak segala di Jakarta.”
“Ya nggak apa-apa, dong. Toh orang tua gue ngizinin.”
“Padahal, kan, lo bisa naik commuter line buat ke kampus. Lebih hemat.”