Gerbang Ke Empat

Sena N. A.
Chapter #1

Prolog

Pondok Pesantren Puteri di tahun 2004.

Alunan ayat suci Al Qur’an terdengar samar-samar di tengah keramaian para santri yang sedang istirahat, di kala senja waktu itu.

Langit tampak memerah, sedangkan sang surya terlihat menjauh ke arah barat. Semakin lama, berkas cahaya itu menghilang tertutup awan tebal yang terus bergerak tak terkendali. Hembusan angin sepoi-sepoi kadang kala mencoba menerobos pori-pori kulit, membuat rambut tipis yang menyelimutinya berdiri.

Di sebuah ruangan, terlihat beberapa santri berbaris, menunggu antrean untuk mendapatkan jatah makan. Satu bakul besar berisi nasi, dengan kepulan asap yang keluar di atasnya. Di samping nasi terlihat ada potongan telur berbentuk segitiga, yang jelas tidak sama sisi. Pada wadah lain terlihat ada oseng-oseng campuran buncis dan wortel. Tak lupa, satu baskom besar sambal berwarna merah.

“Mau sambal?” tanya Ibu Kantin, julukan untuk sosok yang setiap harinya melayani para santri makan. Ia berdiri sambil memegang centong, yang baru saja ia gunakan untuk mengambil nasi panas yang ada di depannya.

Maisaroh mengangguk.

“Aku mau telur juga, jangan lupa!”

“Jelas, ini!” Ibu Kantin meletakkan telur dadar dan sambal di atas nasi. “Lanjut!”

Maisaroh menggeser tubuhnya dan memandangi hidangan yang baru saja ia dapatkan. Hidungnya mengendus sembari memejamkan mata. “Hemmm …. Mantab ini!”

Antrian terus berjalan, sedangkan Maisaroh berjalan bersama teman-temannya ke teras asrama untuk menyantap hidangan sore.

Sesampainya di teras asrama, mereka berkumpul menjadi satu dan makan bersama sembari bercanda tawa.

“Eh, Mbak. Antrian kamar mandi nomor 13 siapa?”

Maisaroh mengangkat tangannya yang masih belepotan. “Aku …!”

Lihat selengkapnya