Kaldera mematikan panggilan teleponnya setelah Adira tidak menjawab ketika ia memanggilnya. Adira mudah tertidur, Kaldera tahu itu. Tepat setelah ia selesai menyanyikan lagu yang dibuat kemarin malam khusus buat Adira, gadis itu sempat menyobongkan diri bahwa ia masih kuat begadang. Kenyataannya, hanya berselang sepuluh menit setelah kalimat itu terucap, gadis itu menjatuhkan ponselnya di sisi kasur dan tertidur.
Masih dengan memandangi ponselnya, Kaldera sempat mengambil foto Adira tadi. Gadis itu dengan narsisnya menunjukkan beberapa ekspresi dan pose untuk Kaldera simpan sebagai kenangan. Masih muda, mudah kangen katanya.
“Kak, mau nyuruh aku pose apa?”
“Aku dari angle ini cantik gak? CANTIKLAH MASA ENGGAK!”
“Bentar, aku rapihin rambut dulu. Dah foto.”
Kalimat-kalimat super percaya diri dari Adira masih terekam jelas diingatan Kaldera. Meski hanya menanggapi dengan senyuman, Kaldera tahu bahwa Adira sudah cukup salting mala mini. Adira dan salah tingkahnya yang menggemaskan.
Sekarang pukul 23.00, masih ada orang di dalam studio. Restu masih memainkan gitarnya, Dewa memukul drumnya, dan Jeremy yang mengalunkan nada dari tuts pianonya. Dua hari lagi mereka akan tampil di sebuah acara mingguan yang dilaksanakan di alun-alun kota. Kaldera mengambil posisi, bersiap untuk latihan lagi.
Menjelang subuh barulah mereka meninggalkan studio. Latihan sudah selesai sejak dua jam lalu, tetapi mereka memilih untuk tinggal lebih lama. Tidak ada kegiatan yang berarti selama itu, hanya mengobrol dan menonton pertandingan bola.
“Kal, lo beneran mau ke kampus sebelum tampil besok?” Restu bertanya ketika mereka berjalan menuju parkiran.
Kaldera mengangguk. “Gue kangen kampus,” jawab Kaldera.
“Jangan terlalu perfeksionislah, Bro! Percayain aja sama anak-anak panitianya.” Dewa menimpali sebelum memasuki mobil.
“Tapi boleh juga tuh. Gue mau dong ikut ke kampus. Mana tau ada mahasiswi yang bisa jadi pacar gue, kan,” sahut Jeremy.
“Cewek mulu! Urusin tuh pacar lo yang nama kontaknya pake emot love plus angka 30.” Restu menyela.
“Udah tiga puluh, Jer?” tanya Kaldera penasaran. Seingatnya, minggu lalu pacar Jeremy baru dua puluh, kenapa sekarang sudah tiga puluh.
Jeremy tersenyum jumawa. “Yoi, Bos! Tiap hari biar ganti cewek!”
“Gue cuma berharap diantara cewek-cewek lo gak ada yang periksa mata. Bisa kaget mereka kalo sadar cowoknya kelakuan sebelas dua belas sama walrus gitu!” kelakar Dewa yang disambung tawa ketiga temannya.
“Walrus? Itu hewan?” tanya Jeremy dengan raut bingungnya. Pasalnya ia baru pertama kali mendengar kata ini.
“Search aja,” sahut Kaldera setelah memakai helmnya. “Gue duluan, ya!” pamitnya.
Walrus hewan yang gemar berselingkuh, begitu informasi tentang Walrus yang Jeremy temukan. Sialan!
**
Kegiatan pagi di Kos Cakep milik Pak Oji jauh dari kata tenang. Meskipun penghuninya rata-rata mahasiswi, tetapi sibuknya mereka di pagi hari hampir sama dengan ibu-ibu yang berbelanja di pasar. Satu persatu mahasiswa keluar dari kamarnya, menyapa teman yang berada di kamar lainnya, dan jangan lupakan mereka yang berjalan sambil bernyanyi dengan suara yang merdu—menurut si empunya suara.