Gethora

Adi Putra
Chapter #1

1 Kelahiran Ghoylder

Seperti hari-hari sebelumnya, Zaeres masih setia menunggu kedatangan sang penguasa mantra di antara rimbunan pohon berumur panjang yang mencuat dari akar-akar raksasa yang membuhul. Serangga-serangga kecil berkeliaran di hamparan lembah Thurd desa Onnim, wilayah Querpha, Ghoylder. Lembah Thurd surganya kawanan burung dan hewan bersayap lainnya. Hamparan tanahnya ditumbuhi bunga-bunga indah dan tanaman liar. Sungai bening sedalam lutut, membelah lembah yang berada di bawah kaki bukit Urtsma.

Sebatang pohon besar berdaun rindang dengan akar gantung seperti tirai, memayungi Zaeres yang tegak mematung. Matahari tak cukup garang menyengat kulitnya. Entitas dirinya berupa bayangan berpendar, nyaris tak terlihat, sehingga tampak menyatu dengan cahaya siang.

Semilir angin seakan mengibar-ngibarkan ujung jubah berwarna abu-abu pucat, rambut dan janggut putih salju seperti bendera. Wajahnya tampak gelisah, memperkuat garis-garis tua di sana. Mata berkantung terpejam sangat dramatis dengan desah nafasnya yang sangat pelan dan teratur, mengiringi ingatan perih yang takkan terlupakan. Dia seolah diajak kembali ke masa perang keji sepanjang sejarah eksistensinya. Perang Annhud.

Tak ada yang menyukai perang. Perang hanya akan menoreh luka dan trauma cukup dalam bagi penerus kehidupan. Perang hanya akan menghitamkan langit impian para korban. Perang hanya akan menyisakan dendam yang berkelanjutan. Seandainya saja dia mengetahui penyebab perang lebih dini, takkan ada korban, takkan ada yang tersakiti, takkan ada kematian dan takkan ada dendam. Dan terpenting, dia tak menjadi makhluk roh yang separuh nafas mempertahankan energinya tetap menyala.

Bayang-bayang ingatannya berjalan mundur, berurutan seperti gambar bergerak dan berhenti pada satu perisitiwa.

Kala itu, dia dalam keadaan tak berdaya dengan tubuh terjerat mantra pengikat berkekuatan besar, melebihi kekuatan penyihir yang pernah ada. Lereng-lereng gunung runtuh akibat gesekan dua kekuatan besar. Pohon-pohon tak lagi berdiri di batangnya. Batu-batu besar hancur tak berbentuk, berserakan bersama kerikil-kerikil kecil. Tanah ikut terbongkar membentuk kawah-kawah berbagai ukuran. Semuanya menjadi saksi bisu atas keruntuhan dirinya dan awal dari kehancuran Balsard. Para raja, penyihir dan ksatria yang masih bernafas diseret paksa seperti sampah oleh Nygon; mereka meronta garang di bawah mantra pengikat yang kekuatannya lebih rendah dari kekuatan pengikatnya.

Aura kesedihan, ketakutan, memohon, dan mengutuk, terpancar dari wajah para tawanan. Ekspresi puas dan seringai menjijikkan sang penghancur, Aghnort, membiaskan amarah dan dendam di hati mereka.

Aghnort berdiri di ujung pohon yang hancur, menggemakan suaranya ke segala penjuru. “Berbahagialah...!" serunya. “Karena kalian menjadi satu dalam sejarah kelahiran Ghoylder. Terutama kau, Zaeres!” Telunjuknya mengarah pada Zaeres dengan sorot tajam. “Kau akan menjadi tonggak utamanya.” Kemudian tatapannya menyapu wajah-wajah garang dan putus asa para tawanan di belakang Zaeres.

“Ohh,” katanya dengan wajah simpati lebih mendekati memelas, “jangan marah padaku. Aku tidak berniat nepotisme. Zaeres memang mantan penasehatku tetapi, kalian tahu sendiri siapa dia; Zaeres si penyihir agung, penyihir bijak, penyihir bla-bla-bla, aku tidak tahu seberapa banyak julukannya. Dia mendapat penghormatan, karena statusnya sebagai penyihir yang…terkuat, kurasa. Yahh, pada akhirnya status itu tidak akan bertahan lama.”

Lihat selengkapnya