Dengan napas memburu, Sean keluar dari ruangannya. Ia menutup pintu dengan suara debuman keras. Ia merasa kesal dan marah pada wanita yang masih berada di dalam sana.
Sean melonggarkan dasinya dan menghirup napas dalam-dalam. Baru saja emosinya mulai menurun, seorang wanita keluar dari ruangan yang sama dengannya tadi. Wanita dengan mata sembabnya.
Baru saja akan mengumpat, atensi Sean tidak sengaja teralihkan pada wanita lain yang juga baru keluar dari sebuah ruangan. Sagitta.
"Loh, Sagitta? Mau ke mana?" tanya Sean heran. Untuk pertama kalinya Sean melihat raut wajah kesedihan dari seorang Sagitta. Wanita yang terkenal misterius dan sikap ketusnya.
"Pulang," sahut Sagitta singkat. Sean memperhatikan gerak-gerik dari mata Sagitta yang mengarah pada wanita yang berada di belakangnya. Ia yakin, Sagitta pasti akan berkomentar mengenai hal ini.
"Dia siapa?" tanya Sagitta tepat seperti dugaan Sean.
Sean menggeserkan langkahnya. Ia lalu mendecih dan memandang wanita yang bermata sembab itu dengan tatapan rendah. Sebenarnya Sean tidak berniat seperti itu, tetapi ia sudah muak dengan kelakuan wanita yang tak lain adalah adik tingkatnya di SMA dan kuliah yang merangkap sebagai stalker abadinya.
"Dia bukan siapa-siapa!" ketus Sean dengan raut wajah kesal.
Sagitta terlihat mengernyitkan keningnya. Wanita itu terlihat menahan tangisan. Sean yakin bahwa Sagitta pasti akan menyalahkannya. Padahal ia tidak menyakiti si wanita secara fisik, tetapi ....
"Kamu mau aku antarin pulang?" tawar Sean dengan nada menggoda. Sean mencoba mengalihkan suasana. Ia tidak mau Sagitta berpikiran aneh tentangnya.
Sagitta merasa kesal dengan Sean. Ia sangat yakin bahwa Sean sudah menyakiti hati si wanita.