Malam hening sunyi berselimut kabut pekat, sinar cahaya rembulan malam terlihat sungguh sempurna indungnya, akan tetapi sayangnya terhalangi serpihan awan-awan hitam.
Jauh diatas langit sana tidak ada satupun taburan bintang, seakan malas untuk mengedipkan sinar kecilnya atau sedang terancam ketakutan.
"Uhu-uhu-u-uh-uuh," terdengar mencekam suara burung hantu dari kejauhan.
Dua matanya besar mendelik, terasa hangat berselimut bulu-bulu tebal kelabu, kedua kaki kecilnya tegas bertenger dengan cakar-cakar kuat mencengkram diatas dahan pohon.
Samar terlihat burung hantu diantara dedaunan basah terbias kabut pekat malam, sejak tadi burung hantu itu tidak mau beranjak terbang hanya bertengger diatas dahan pohon tidak jauh dari satu rumah bergaya kolonial belanda.
"Uhu-uhu-u-uh-uuh,"
Suara burung hantu itu makin mencekam terdengar seakan mengundang getaran ketakutan ketika ada yang mendengarnya. Apalagi mitos keberadaan burung hantu dengan suara menakutkan dan mencekam, melambangkan kematian akan segera datang menjemput seseorang.
Tandanya kehidupan dalam rumah bergaya kolinial belanda masih bergeliat, dilihat dari cahaya lampu samar berselimut tirai jendela tembus pandang dari salah satu jendelanya masih menyalah terang.
"Uhu-uhu-u-uh-uuh,"
Makin bikin buluk kuduk ingin melompat paksa, saking ketakutan mendengarnya. Sejak tadi burung hantu itu tidak mau beranjak terbang pergi.
Tatapan dua mata menyorot tajam terbias kaca jendela berselimut tirai tembus pandang keluar, terlihat gelap malam diluar sana.
Sejak tadi wajah tampan dengan kumis tipisnya memayungi bibir seksi hanya menatap keluar. Sekali jemari kanannya menggaruk kepala disertai sesekali mulutnya menguap mengajak untuk segera terbaring tidur.
Tapi suara burung hantu itu kian membuat hatinya dirundung ketakutan, yang menggurati wajahnya menjadi cemas.
"Sial dari tadi suara burung itu bikin gua merinding," gerutu kesal Axel.
Malam itu ia hanya mengenakan celana pendek warna biru serta atas kaos warna hitam, jemarinya terpanggil kesal menarik slot grendel jendela geser kekiri.
Jendela sudah terbuka lebar, hembusan semilir angin malam terasa basah pada wajahnya. Padangannya makin jelas melihat hamparan pepohonan berselimut malam dan kabut pekat diluar.
"Uhu-uhu-u-uh-uuh,"
"Hussst! Pergi sana!"
Suara burung hantu makin terdengar jelas, yang kini burung itu malahan bertengger diatas dahan pohon tidak jauh dari depan jendela. Percuma juga berapa kali kibasan usiran tangan Axel mengusir burung hantu, tetap tidak akan mau beranjak pergi terbang.
Makin terganggu dan merinding Axel dengan suara burung hantu itu, ia mencoba mengusirnya berapa kali. Tetap saja burung hantu itu masih betah bertengar diatas dahan pohon. Malam masih panjang, besok tentu tidak mau membuat ia jadi malas berangkat sekolah, karena terganggu suara burung hantu itu.
Pandangan matanya perhatikan sekitar seperti ada sesuatu yang sedang dicari.
"Dimana stik glof itu? Kan'gua taruh disini?" guman rada lupa Axel.
Padahal stik golf itu ada dihadapan sudut depan kanan, persis disandarkan dekat samping dipan ranjang tidurnya.
"Nih stik glofnya,"