Tidak berselang lama pelayan itu kembali menuju meja mereka. Sebuah nampan berisi makanan dan minuman ditaruh di meja. Mereka menyantap hidangan, mengunyah dengan begitu pelan, dan sesekali terjadi obrolan.
“Sejak kapan kamu di Jayapa?” Endra bertanya dengan mulut yang masih mengunyah pelan makanan.
“Tiga bulan yang lalu, bagaimana denganmu?” Astan menjawabnya dengan senyum simpul dan bertanya balik.
“Sejak aku lulus akademi tingkat satu,” jawab Endra menyelesaikan kegiatan makannya.
“Itu sudah sangat lama,” timpal Astan.
“Setelah ini, kamu akan ke mana?” tanya Endra kembali.
“Aku juga tidak tahu," jawab Astan.
“Bagaimana jika kita berbicara di rumahku?” tawar Endra.
“Bolehkah? Apa kamu tidak kembali bekerja?” tanya Astan. Untuk memastikan bahwa dirinya tidak mengganggu.
“Aku hanya mengambil separuh jam kerja.” Endra menjawab dengan begitu santai.
Setelah selesai menyantap makan siang, mereka pergi menuju halte bus. Dengan penuh riang dan tawa, keduanya pergi menuju tempat tinggal Endra. Mereka telah berada di depan bangunan tinggi nan luas. Mata Astan melebar terkejut penuh kagum, terus mengabsen bangunan sambil berjalan masuk. Mereka telah sampai dan Endra memasukkan sebuah kata sandi, hanya dalam hitungan detik pintu itu terbuka sendiri. Mereka masuk dan menuju sebuah sofa yang tertata dengan rapi, terletak tepat di tengah-tengah ruangan.
Astan duduk dengan sambil mengabsen setiap sudut ruangan, sesuatu yang melintas tertangkap oleh matanya. Tidak lama Endra kembali dengan membawa nampan berisi cangkir berwarna putih dan menaruhnya di meja. Dengan terburu-buru Astan meneguk satu gelas air dan menaruh kembali.
“Apa kamu tinggal di sini sendiri?” tanya Astan.
“Di sini ada tiga orang, dan kita patungan buat bayar apartemen ini. Apa kamu mau gabung? Masih ada satu tempat tidur lagi?” tanya Endra.