Sebuah cahaya putih bergerak menjauh lalu berhenti. Ketika Astan mendekat, cahaya itu bergerak. Akan tetapi, saat Astan berhenti cahaya itu pun tidak bergerak. Dia kembali mendekat dan mengikutinya hingga pintu yang terbuat dari kayu tua terlihat.
Cahaya itu menghilang begitu saja, setelahnya suara-suara aneh mulai terdengar, menangis, meminta tolong, berteriak, dan tertawa. Udara dingin bertiup sedikit kencang bersamaan dengan suara-suara aneh yang masih terdengar bahkan semakin banyak. Astan mencoba melangkah, tetapi itu terasa berat.
Keringat dingin mulai bermunculan seiring Astan yang telah dapat melangkah. Suara-suara aneh semakin bertambah banyak, bahkan dia melihat beberapa sekelebat sosok yang tengah menatap dan menonton dirinya dengan menggunakan mata lebar nan seram.
Bersusah payah Astan menggapai kenop pintu, dia masih bertahan dan berusaha menggapainya. Dia melangkah lagi, membuat jarak terkikis yang hanya tersisa 30 centimeter. Astan mengerahkan tenaga hingga tangan kanannya dapat menyentuh kenop pintu. Dia memutarnya sekali dan membuat suara derit terdengar.
Dirinya kembali melangkahkan kaki kiri hingga telah berdekatan dengan kaki kanan. Ketika pintu terbuka, sebuah cahaya dapat ditangkapnya lagi. Astan melangkah dengan tenaga terakhir, saat benar-benar melewati pintu. Suara-suara aneh tidak lagi terdengar dan pintu menutup dengan sendirinya. Astan terkejut saat melihat anak tangga yang begitu panjang dan menjalar ke bawah. Dengan pelan dia melangkah melewati anak tangga satu per satu, hingga berhenti dan dihadapkan dua pintu dengan warna berbeda, merah dan biru.
Otaknya berpikir keras untuk menentukan pintu mana yang harus dibuka. Beberapa detik berlalu, Astan berjalan mendekati pintu berwarna biru dan membukanya cepat. Akan tetapi, dia kembali melihat tangga menuju arah bawah. Dengan sedikit kesal Astan tetap berjalan menuruni anak tangga hingga berakhir di sebuah ruangan dengan pintu besar. Dia berjalan mendekat, membuatnya melihat jelas ukiran-ukiran unik di pintu yaitu lengkungan yang saling terhubung satu sama lain.
Bentuk bunga teratai terukir indah di tengah-tengah garis yang memisahkan pintu besar tersebut. Astan mengarahkan pandangan menuju pintu, berjalan mencari sesuatu untuk membukanya. Dia berhenti di depan sebuah layar kecil, berada tepat di samping kiri sisi pintu. Layar tersebut memiliki tombol-tombol angka layaknya sebuah apartemen yang harus memasukan sandi.
Astan berpikir sejenak untuk menemukan beberapa digit angka. Sudah kesekian kalinya Astan mencoba, tetapi semua angka yang dimasukkan selalu salah. Kemudian dia teringat akan tanggal lahir seseorang, Astan menekan beberapa digit angka di atas layar dan senyum senang terlukis di wajahnya.
Dalam hitungan detik pintu besar itu terbuka, Astan berjalan menuju pintu. Berdiri tepat di depan dengan wajah antusias, berharap dapat pergi dari alam mimpi. Dengan pelan Astan melangkah masuk hingga pintu tertutup perlahan. Astan hanya dapat melihat beberapa pepohonan dan bunga-bunga bermekaran dengan begitu kabur.
Kabut putih menutupi seluruh wilayah sekitar, seakan melarang siapapun untuk melihat. Langit biru itu tertutup oleh awan yang berwarna abu-abu, udara dingin sangat terasa hingga membuat Astan memeluk tubuh sendiri dengan kedua tangan. Hanya gemericik air yang tertangkap oleh pendengarannya.
Detik jarum jam terus berjalan seperti biasa, tetapi Astan sama sekali tidak bergerak dari tempat berdirinya. Dengan perlahan kabut semakin menipis, menghilang tanpa mengatakan satu kata pun. Langit cerah menampakkan diri dengan udara yang bernyanyi, membuat pepohonan dan bunga-bunga menari bebas. Kupu-kupu berdatangan karena terpancing akan harumnya para bunga.
Astan menatap kagum pemandangan sekitar, berjalan tanpa sadar mengikuti jalan kayu di depannya. Seketika dia berhenti melangkah saat melihat sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Samar-samar Astan mendengar suara kayu yang terpukul oleh benda tajam, dia berjalan menuju sumber suara dengan penuh rasa penasaran. Dia berhenti saat melihat seorang laki-laki dengan rambut putih pendek.
Sosok laki-laki itu hanya mengenakan kaos oblong dan celana panjang hitam. Astan kembali melangkah mendekat dan menyapanya. Sosok itu berhenti dari kegiatan membelah kayu dan menatapnya. Astan melihat jelas mata yang berwarna biru, berkulit putih, dan wajah lonjongnya.