Astan berjalan melewati lorong-lorong sepi, dia bergegas masuk dan menuju kamar tidur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Dia mendekati tempat tidur dan berbaring dengan memainkan ponsel. Bahkan Astan menghiraukan suara-suara yang terus terdengar, hingga langit biru menjemput sang jingga. Dia mematikan ponsel cepat dan menatap sosok perempuan berwajah pucat yang berdiri tepat di depan Astan. Dia melihat wajah pucat pasi perempuan tersebut dengan penuh kasihan.
“Apa itu? Kamu mau minta tolong tentang apa?” tanya Astan dengan memasang wajah serius.
“Tolong beritahu keluargaku untuk mengikhlaskan aku," jawab perempuan itu pelan.
“Lalu, bagaimana cara kamu meninggal? Apa hanya karena itu?” tanya Astan kembali.
“Aku tidak ingat sama sekali, tapi mereka selalu merasa sedih setiap hari. Aku harus bagaimana?” ucap sang perempuan dengan tangis yang mulai terdengar. Astan hanya diam saat mendengar jawaban perempuan tersebut.
“Wa, kamu sudah mulai mahir.” Suara laki-laki terdengar dengan begitu jelas. Membuat mereka mengalihkan perhatian menuju sang laki-laki yang tengah terduduk di meja belajar.
“Aku tidak mahir melakukan hal-hal ini, aku hanya bertanya.” Astan menimpali ucapan laki-laki itu dengan cepat.
“Dulu, saat pertama kali kamu dapat melihat lagi. Kamu terlihat masih ketakutan, sepertinya sekarang sudah tidak lagi,” ucap laki-laki tersebut.
“Siapa dia?” tanya perempuan itu.
“Namaku Cakara, aku adalah penjaga anak ini.” Cakara menjawab dengan cepat, membuat perempuan itu hanya menganggukkan kepala pelan.
“Siapa namamu? Pasti ingat kan?” tanya Cakara.
“Namaku Yeni.” Yeni menjawab dengan senyum di wajahnya.
Mereka bertiga terhanyut dalam obrolan yang sangat seru hingga waktu berlalu dengan cepat, Astan turun dari tempat tidur bergegas untuk membersihkan diri sekaligus mengisi perut kosongnya. Tidak berselang lama, Astan kembali hanya mengenakan handuk di pinggang
Membuat setengah bagian tubuhnya terlihat, roh perempuan bernama Yeni itu memandang tanpa berkedip. Dengan sedikit merasa tidak nyaman, Astan memakai pakaian cepat. Dia berjalan menuju tempat tidur, merebahkan badan dengan senyaman mungkin. Akan tetapi, dia mendudukkan diri kembali dan memberikan tatapan kepada Yeni.
“Kenapa kamu menatapku seperti itu?” tanya Astan dengan masih menatapnya.
“Karena kamu terlihat mempesona dengan bentuk tubuh yang bagus.” Yeni menjawab dengan memasang senyum genit di wajahnya. Seketika tawa Cakara pecah saat mendengar perkataan Yeni.
“Kenapa? Apa itu salah?” tanya Yeni, membuat Cakara berhenti tertawa.
“Kamu harus ingat, bahwa kamu itu hantu. Yeni, ingat itu.” Cakara menjawab dengan senyum yang menahan tawa.
“Aku hanya suka bentuk tubuhnya,” ucap Yeni kemudian.