Pagi-pagi buta, Astan bersama mereka membutuhkan beberapa jam untuk sampai di Kota Abagon. Sesampainya mereka di depan kediaman laki-laki tua tersebut. Astan menekan tombol bel dan tidak lama gerbang besi itu terbuka dengan sendirinya.
Sekarang Astan tengah duduk dalam diam di ruang tamu bersama dengan seorang laki-laki muda. Tidak lama setelahnya, laki-laki tua itu datang dan terduduk di depan Astan dengan senyum lebar di wajah.
“Aku tidak menyangka, kalau kamu akan datang ke sini lagi. Ada apa? Aku sudah baik mau melepasmu, tapi kamu datang lagi. Ah, kita belum berkenalan. Namaku Bhirya,” jawab Bhirya.
“Aku sudah ingat, semuanya. Kenapa anda melakukannya kepada Ayah dan Ibuku? Mereka tidak bersalah,” tanya Astan.
“Karena mereka menghalangi rencanaku, begitu pula denganmu. Dengan datangnya kamu ke sini. Itu artinya, kamu menyerahkan nyawamu begitu saja. Apa kamu tidak takut sama sekali?” tanya Bhirya. Astan terdiam untuk beberapa saat, hingga dia mengeluarkan pisau dan bergerak cepat mengarahkannya kepa Bhirya. Akan tetapi, niatnya tersebut dapat dicegah oleh asisten Bhirya. Suasana sekitar menjadi sangat kaku dan serius.
“Kamu benar-benar mudah sekali terbaca. Kemarin, aku pergi ke sebuah gua yang menjadi tempat penyimpanan Sakhasi. Tapi, dia sudah tidak ada. Jadi, kamu pasti sudah melepasnya. Itu bagus, ini akan semakin menarik. Aku tidak akan membunuhmu sekarang,” ucap Bhirya dengan senyum senangnya. Dia mengulurkan tangan kanan dan mengarahkannya menuju perut Astan. Dalam hitungan detik, Astan terpental hingga mengenai dinding dengan sangat keras. Cakara dan Bena segera membantu Astan untuk berdiri.
“Apa kamu kira dengan dirimu yang sekarang dapat melawanku? Tidak, kamu terlalu lemah. Tapi, aku penasaran akan sesuatu. Jika aku hampir membunuhmu, akankah dia datang. Bukankah ini cukup menarik?” ucap Bhirya dengan senyum lebarnya. Yang terkesan sangat menyeramkan itu.
Cakara dan Bena telah bersiap untuk hal terburuk. Bena dengan pedang miliknya. Caraka hanya mempersiapkan tinju. Bhirya yang melihat mereka telah bersiap, hanya memasang wajah tenang. Dalam hitungan detik, Bhirya telah berada di depan Cakara dan Bena. Astan yang melihat hal tersebut memasang wajah terkejutnya. Sedangkan Cakara dan Bena tidak dapat bergerak sama sekali.