Ribuan tahun yang lalu, perang besar terjadi di sebuah pulau. Penyebabnya berawal dari seorang laki-laki yang tengah berpetualang, tetapi mereka tidak disambut baik oleh sang tetua pulau tersebut. Dengan terpaksa mereka pergi meninggalkan pulau. Setelah kepergian para petualang, seorang anak perempuan berambut putih panjang berlari menaiki pegunungan. Sesampainya di rumah, anak perempuan itu bercerita kepada sang Kakek. Tentang kedatangan petualang dan kerennya sang tetua dalam mengusir mereka.
"Nanti jika aku sudah besar, aku akan menjadi seperti tetua. Itu keren sekali," ucap anak perempuan dengan senangnya.
"Apa kamu serius, Nariti?" tanya sang Kakek.
"Ya. Aku akan menjadi tetua yang baik dan tegas." Nariti menjawab dengan wajah berserinya. Mereka melanjutkan obrolan tersebut.
Setelah obrolan yang panjang, Nariti selalu berlatih sihir setiap hari. Bahkan dirinya diberkati oleh para dewa dengan memiliki kemampuan lain. Antara cahaya dan kegelapan, ditambah dia juga memiliki daya sihir di dalam dirinya, kemampuan yang sangat jarang dimiliki oleh setiap orang. Dia juga merupakan orang pertama yang memiliki dua kemampuan itu sekaligus.
Tepat 30 tahun kemudian, Nariti telah menjadi seorang tetua yang sangat dihormati oleh seluruh rakyatnya. Dia hidup bahagia bersama rakyatnya, hingga suatu hari. Salah satu rakyatnya menemukan seorang laki-laki yang tidak sadarkan diri di tepi pantai.
Dengan kemurahan hati, dia bersama beberapa orang merawatnya. Membiarkan sang laki-laki tersebut tinggal dalam waktu lama, hingga membuat Nariti merasa nyaman dan jatuh cinta. Dengan pikiran yang matang dia memutuskan untuk menikahinya. Akan tetapi, pernikahan tersebut membawa sebuah tragedi yang mengerikan.
Setelah satu tahun pernikahan, hari dimana Nariti tengah menidurkan sang buah hati. Terjadi pembunuhan massal dan pengambilan kekuasaan oleh sang suami, bersama dengan beberapa kapal yang datang dari daratan lain. Tentu hal tersebut membuatnya marah besar.
Terjadi sebuah pertarungan yang amat sengit, tetapi sang suami dapat menyelesaikannya. Satu kata yang keluar dari mulut Nariti, sebelum dia pergi, "Jangan bunuh anakku, tolong rawat dia." Itulah kalimat terakhir yang didengar sang suami.
Laki-laki tersebut berjalan menuju tempat tidur berwarna biru muda. Dengan pakaian yang penuh darah, dia menggendong seorang anak perempuan. Yang baru berusia dua bulan. Meninggalkan pulau tersebut, membiarkan para bawahannya untuk mengurus para mayat.
Setelah sang laki-laki mendapatkan pulau yang sangat sulit ditembus tersebut. Banyak rumor yang beredar mengenai penduduk pulau itu. Menurut rumor, terdapat beberapa yang masih hidup dan akan terus menyimpan dendam. Hal tersebut berdampak kepada anak perempuannya, hasil dari dia menikahi Nariti.