Setelahnya mereka segera memasang pembatas keamanan yang bertujuan agar dapat mendeteksi jika ada entitas asing masuk. Dengan masih penuh kekesalan, Gabe terus berceloteh. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak menanggapinya. Meski telah terpasang pembatas keamanan, Endra dan Gabe tetap bekerja untuk menjaga dalam beberapa hari ke depan, sedangkan Astan dan Synta, mereka kembali untuk istirahat.
Sekarang Astan berada di dalam kamarnya, tertidur dengan tangan kanan yang berada di atas jidat. Astan kembali mengingat perjalanan pulang ke markas. Meski Synta mengenakan topeng, Astan seakan tahu perasaan yang tengah dirasakannya.
“Apa yang sedang dia lakukan sekarang, ya?” ucap Astan. Bertanya kepada diri sendiri, hingga suara Bena membuat Astan mengalihkan pandangan. Menuju lemari pakaian, di sana Bena kecil tengah berdiri dengan menyilangkan tangan.
“Jika kamu sangat khawatir, hubungi saja dan hibur dia. Mungkin, saat ini dia butuh sandaran.” Bena berucap dengan serius.
“Ini sudah malam, dia pasti sudah tidur. Aku tidak ingin mengganggunya,” balas Astan.
“Sepertinya, dia tidak akan bisa tidur. Atau mungkin, dia akan melakukan hal yang ekstrim.” Bena kembali berucap dengan memberikan sedikit kata-kata provokasi.
“Apa maksudmu? Tidak mungkin itu terjadi,” sanggah Astan.
“Coba bayangkan, dia menghadapi Nenek moyangnya yang termakan oleh entitas gelap. Jika kamu menjadi dia, apa yang akan kamu lakukan? Jika itu aku, tentu akan pergi ke pulau itu atau menemui kerabat dan menyelidiki apa yang tengah terjadi. Tanpa melibatkan orang lain, itu karena telah memasuki ranah pribadi.” Bena kembali menjelaskannya.
“Kamu benar,” ucap Astan.
Ketika Astan tengah berpikir, ponsel pintarnya berbunyi dengan nyaring. Sebuah nama yang dikenalnya tertera jelas, yaitu Endra. Yang meminta bantuan kepada Astan untuk mengecek tempat tinggal Synta. Setelah panggilan usai, Astan mengambil jaket dan pergi menuju alamat yang telah dikirimkan. Perjalanan dari apartemen tempat Astan tinggal tidak memakan waktu yang banyak.
Hanya perlu berjalan kaki, melewati beberapa gang, dan Astan sampai di depan sebuah bangunan bertingkat. Terdapat sebuah papan kayu bertuliskan ‘Sewa Kamar Khusus Perempuan’. Astan mengambil ponsel dan memanggil nomor Synta.
Beberapa kali dia menelepon, tetapi sama sekali tidak dijawab. Astan kembali mencoba, tetapi saat dia baru akan mengarahkan ponsel ke telinga. Terdengar suara gerbang terbuka, Astan melihat Synta yang mengenakan pakaian tidur.