Setelah kepergian Arieli, mereka semua terdiam dan mendengarkan perkataan dari sang laki-laki tua yang merupakan tetua di palau tersebut. Aruna yang menjadi target mulut mereka, hanya diam. Menikmati sarapan, menghilangkan suara-suara ribut mereka.
Ketika Aruna telah menghabiskan makanan di piring, dia bergegas pergi. Kembali ke ruangannya dengan wajah yang dipenuhi oleh kekesalan. Saat Aruna terduduk di meja riasnya, seseorang mengetuk pintu beberapa kali. Aruna membukanya dengan wajah kesal, tetapi saat dia melihat wajah orang yang dikenal. Aruna terkejut dan menarik orang tersebut, menutup pintu dengan rapat.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Aruna.
“Aku menjalankan sebuah pekerjaan, tapi yang harus aku musnahkan adalah roh leluhur kita. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada yang membuka segelnya? Seharusnya tetap di sana,” tanya Synta.
“Beberapa waktu yang lalu, aku pergi untuk mengecek dan segelnya sudah tidak ada. Ada satu orang yang aku curigai, yaitu Arieli. Sudah tiga bulanan, sikap dia aneh. Apalagi jika aku membahas tentangmu yang memiliki kemiripan dengan Nenek leluhur. Dan tentang kamu yang lebih cocok sebagai tetua daripada dia,” cerita Aruna.
“Ah, baiklah. Apa ada keanehan lain? Seperti orang berjubah hitam dan menggunakan topeng?” tanya Synta lagi.
“Aku belum pernah melihat, tapi sejak tiga bulan ini. Banyak sekali tamu-tamu asing yang bertemu dengan Arieli,” jawab Aruna.
“Baiklah, aku kan bertanya kepada Arieli. Aku pergi dulu,” ucap Synta, pergi dari ruangan milik Aruna.
Saat Synta berjalan di lorong menuju ruangan Arieli. Synta bertemu dengan Astan yang tengah membawa setumpuk buku bersama Arieli. Dengan berjalan memutar, Synta lebih dulu sampai di ruangan milik Arieli. Di saat Arieli masuk, dia terkejut saat melihat Synta. Begitu pula Astan yang baru saja menaruh bubu-buku tersebut di meja.
Tanpa menunggu aba-aba, Astan keluar dengan diam dan berdiri di depan ruangan Arieli. Astan hanya berdiri dengan memainkan ponsel pintarnya. Mengirim pesan kepada Endra dan tentang situasi sekarang. Beberapa menit telah berlalu, saat Astan tengah sibuk dengan ponselnya. Seorang perempuan mengenakan gaun yang terbuka dan terkesan mewah, berdiri di depan Astan.
“Aku adalah perempuan pesanan tuan Arieli,” ucap perempuan tersebut.
“Apa maksud nona?” tanya Astan.
“Ah, apa kamu pegawai baru? Aku tidak pernah melihatmu,” tanya sang perempuan.
“Iya, saya pegawai baru.” Astan menjawabnya dengan cepat.