Gelapnya langit telah berganti menjadi terang, orang-orang sibuk untuk pergi bekerja. Akan tetapi, berbeda dengan Astan dan Endra yang tengah berada di depan sebuah bangunan luas nan tinggi. Astan berdiri di depan gerbang dengan sesekali melihat ke arah bangunan.
Bahkan penjaga gerbang terus memberikan tatapan penuh awas kepadanya, sedangkan Astan, hanya mengacuhkannya begitu saja. Tidak berapa lama, Endra terlihat keluar dari bangunan dengan membawa amplop cokelat. Setelahnya mereka bergegas pergi dan menuju halte.
Mereka duduk dengan mengecek berkas di dalam amplop tersebut. Semua kertas-kertas putih itu berisi identitas dari nama ‘Adnu’. Setelah melihat-lihat dan membaca, mereka memutuskan untuk berpencar mencari di Kota Jayapa.
Berjam-jam mereka menemui orang bernama Adnu di seluruh Kota Jayapa, tetapi semuanya tidak memiliki deskripsi visual yang sesuai. Sekarang Astan berada di depan sebuah rumah yang terlihat indah dengan gaya bangunan tuanya. Astan menekan bel satu kali, tidak berapa lama seorang perempuan berumur berjalan menghampirinya dan menyapa Astan dengan ramah.
“Ada yang bisa saya bantu, anak muda?” tanya perempuan yang memiliki mata warna biru.
“Apa Adnu ada di rumah, Bibi?” tanya Astan.
“Apa Anda teman Adnu?” tanya sang perempuan. Astan dengan mengiyakan dengan senyum di wajah. Sang perempuan mempersilahkan Astan untuk masuk dan duduk dengan sedikit canggung. Mereka hanya saling diam dalam beberapa detik hingga Astan memberanikan diri untuk buka suara.
“Jadi, seperti ini. Saya meminjamkan beberapa buku kepada Adnu, tapi dia sama sekali belum mengembalikannya. Jadi, saya ingin mengambil buku itu.” Astan berbicara penuh kebohongan, hanya untuk melihat tampilan fisik Adnu.
Sang perempuan mengangguk paham dan segera mengantar Astan menuju kamar Adnu. Di dalam kamar, Astan melihat penataan barang yang sangat rapi. Astan berjalan mendekati sebuah bingkai berphoto di atas meja belajar. Ketika Astan mengamati dengan serius wajah laki-laki berambut hitam, membuatnya teringat kepada Cakara yang tiba-tiba menghilang. Akan tetapi, Astan masih ragu dengan pemikirannya.
Setelah merasa cukup untuk melihat-lihat, Astan keluar dan berpamitan pulang. Sekarang Astan dan Endra tengah duduk di kedai mi. Menyantap dalam diam, tetapi detik kemudian. Endra menaruh sumpit dan tidak menghabiskannya.