Mereka berlari dengan secepat kilat, hingga telah berada di depan tempat penginapan. Astan bersyukur bahwa mereka semua tidak mengejar dan hanya melepaskannya begitu saja. Dengan napas yang masih tersengkal-sengkal, Astan mengekori Synta. Yang telah masuk lebih dahulu dengan melepas genggaman Astan secara kasar.
Sekarang mereka berada di kamar penginapan Astan. Dengan wajah yang penuh kekesalan, Synta terus mengoceh begitu lama. Setelah Synta puas mengeluarkan semua kekesalannya. Sekarang giliran Astan yang memberikan suaranya dengan tenang.
“Sejak awal, saat aku mendengar bahwa mata-mata yang dikirim Arieli meninggal. Aku sudah memiliki perasaan tidak enak, sudahlah, tidak perlu disesali. Yang penting kita selamat,” ucap Astan.
“Tapi, tetap saja. Ini sangat-sangat membuatku kesal,” ucap Synta yang terduduk di sofa.
Mereka hanya saling diam untuk berjam-jam, tidak ada satu pun yang bersuara hingga ketukan pintu terdengar. Dengan rasa enggan, Astan membukakan pintu dan mereka datang. Ini merupakan sebuah kejutan besar bagi Synta yang kini tengah memasang wajah memerah karena kesal. Tatapan tajamnya tidak lepas untuk Astan yang tengah berdiri menyender di dinding.
“Kamu tidak perlu marah kepadanya, jika dia tidak menghubungiku. Aku tidak akan mengatakan ini kepada mereka dan datang ke sini,” ucap Endra yang membuat Synta berhenti menatap marah Astan.
“Kamu tahu, tidak seharusnya kamu bertindak seperti ini. Jika Tuan Siahn tahu, dia akan marah besar. Dia juga akan menguncimu di ruangan itu, gunakan kebebasanmu sebaik mungkin. Kebaikan Tuan Siahn juga ada batasnya,” ucap Arieli dengan tenang.
“Kebaikan dari mana? Itu bukan kebaikan, mana ada Ayah yang seperti itu.” Synta membalasnya dengan sengit.
“Itu juga kesalahanmu, Tuan Arieli. Kenapa anda memberitahu Synta tentang ini? Apa ada alasan tersembunyi?” tanya Astan.