Dengan langkah tergesa, akhirnya tanganku menggapai kaca pintu ruang meeting.
Mengetuknya tiga kali kemudian mendorong perlahan. Ruangan berukuran besar dengan meja oval pada bagian tengah itu sangat ramai.
Semua kepala departemen berkumpul mulai dari marketing, administrasi, teknik sipil, logistik bahkan bagian lapangan.
Mereka saling berkelakar dengan candaan tak lucu yang terkadang melecehkan kaum hawa.
Menjengkelkan memang ketika nama-nama staff wanita seusiaku disebut dengan intonasi aneh bernada sensual.
"Nadila ini pasti suka pacaran sama yang keturunan Timur tengah. Iyakan, Nad. Kamu masih pacaran sama siapa itu? Rahul?" tanya Pak Simon, direktur pemasaran yang genitnya bukan kaleng-kaleng.
Dia selalu menggoda gadis-gadis muda serta anak magang. Menawarkan makan siang dan karaoke di sela-sela jam kerja.
Pak Simon juga menuduhku memiliki hubungan dengan Rahul, penjual gorden yang menawarkan jasanya ke kantor kami, hanya karena aku meminta kartu namanya.
"Rahul siapa? Bapak ih, nuduh sembarangan. Sudah ada anaknya loh dia, Pak.
" Aku mengambil posisi di sebelah Pak Arjuna dan memeriksa berkas-berkas laporan keuangan serta rekening koran.
Beberapa saat kemudian terdengar pintu ruang meeting lagi-lagi dibuka dan muncul beberapa pria berdasi dengan wajah-wajah asing yang diantaranya bahkan belum pernah kulihat.
Semua orang berdiri memberi hormat termasuk aku. "Selamat siang, maaf macet. Balikpapan selalu semacet ini kalau lewat jalan Sudirman." Salah satu dari mereka menyapa sedangkan yang lain bediri di sebelah menyebelah.
"Oh ya. Mungkin beberapa dari kalian ada yang belum mengenal saya. Darmono Soetikno. Salah seorang pemegang saham di perusahaan ini. Kaget ya? Maklumlah saya jarang ke kantor, sibuk ikutan turnamen golf atau tenis. Jadi memang saya kelihatan awet muda karena suka olah raga. Tapi olah raga mahal tentunya," sambung salah satu dari mereka tadi.
Idih.
Kulihat beberapa staff mengulum senyum sambil melirik satu sama lain. Pak Arjuna malah menendang kakiku di bawah meja. Mungkin merasa tersaingi.
"Oh, jangan patah hati ya. Ladies, saya sudah ada yang memiliki. Hati ini sudah ada yang menyinggahi. Permanent." Pak Darmono tertawa aneh sambil mempersilahkan rekan-rekannya untuk duduk.
Sekertaris membagi-bagikan map kepada setiap kepala bagian satu persatu termasuk Pak Arjuna.
Akan ada investor baru yang kelihatannya penting. Perusahaan kami memang sangat membutuhkan investor baru setelah nyaris karam diterpa krisis keuangan berskala nasional.
Tiba-tiba Pak Darmono beranjak keluar ruangan dan kembali bersama seorang pria setengah baya yang sungguh tampan dan macho.
Tubuhnya tinggi besar dan tegap.
Wajahnya sedikit oriental dengan lesung pipi sebelah kanan. Praktisnya, dia laki-laki matang yang menggemaskan.
"Selamat siang, maaf saya terlambat." Pria tampan itu berdiri di samping Pak Darmono sembari mengulas senyum.