Desember 2009
Dari sekian banyak hal yang kusesali dalam hidup, secuil pun aku tak menyangka bila doa yang terkabul akan termasuk salah satu di antaranya. Aku tak memungkiri bila sempat ada sekelebat perasaan lega pada detik pertama kabar itu sampai padaku. Namun, detik berikutnya hingga seterusnya, segala kenangan tentang Bun langsung terburai dari batok kepalaku. Saat itulah penyesalan demi penyesalan serentak merangsek membuatku bagai tersekap dalam kotak penuh asap: pedih, sesak dan putus asa.
Kamu tahu, kamu itu gila. Orang gila. G-I-L-A. Jadi, daripada merepotkan terus lebih baik…
“Kamu baik-baik saja?”
Aku terkesiap ketika seseorang tahu-tahu menepuk pundakku. “Tidak. Tidak apa-apa,” gelagapan aku menyahut.