Ginko Starting From A Dream

Miftah
Chapter #6

Gelap

Aku baru saja menginjak semester tiga di kampusku. Layaknya waktu yang terus berputar aku kini tengah mengerjakan tugas kelomok di rumahnya fajar, tentunya dengan kelompok yang random. Inginnya begitu, tapi tidak kusangka aku akan satu kelompok bersama mereka, teman teman baikku di kelas yang suka ngelucu tentang apapun. Firasatku cukup kurang bagus jika satu kelompok dengan mereka karena yang kami kerjakan sebelum kerja kelompok sudah pasti adalah diskusi hal yang kurang bermanfaat dan menyiakan waktu saja sembari bersenda gurau. Seperti saat ini, kegiatan kerja kelompok kami terhenti sesaat hanya untuk memainkan sebuah permainan jadul. 

“Ali lu mau Truth or dare?” tanya Fajar. 

“Apa bedanya coba!” sindirku. 

Aku hanya menghela nafas pelan setelah mengenal peraturan dan cara mainnya. Sederhana saja jika memilih truth maka aku harus jujur dengan setiap pertanyaan yang akan di ajukan oleh seorang penanya. Pemilihan siapa yang main berurutan mulai dari fajar hingga diriku yang terakhir. Pertanyaan dari penanya yang memiliki kesempatan bertanya padaku di dapatkan oleh Rizal, salah satu temanku. Baru saja ia mendapatkan kesempatan seketika saja dia menatapku tajam, “Ali, lu suka sama anisa kan?” 

“Iya, sudah selesai kan pertanyaanya sudah terjawab olehku!” ucapku cepat. 

“Zal kau salah nanya, kenapa nanya hal yang udah keliatan begitu!” sindir sofyan. 

Rizal hanya tertawa, memang sederhana pertanyaanya tapi untuk mengatakan dengan penuh keberanian begitu cukup menguras tenagaku. Terlebih aku tidak ingin membahas lebih lama lagi mengenai dirinya. Bukan karena aku tidak ingin, tapi aku tidak ingin mereka tahu bahwa anisa mulai lebih jauh dariku. Entah kenapa, perasaanku memang tibak berubah tapi aku berada di posisi tidak bisa mendekatinya sesukaku. Aku pergi ke kamar mandi di rumahnya fajar setelah menjawab pertanyaanya.

“Oi mau kemana kau jangan kabur!”

“Kerja kelompok kita kan belum selesai, ikut ke kamar mandi ya!” 

“Silahkan jangan lama, kita ada satu set lagi nih!” 

“Ya aku tahu,” Aku mengangguk menjawab perkataanya. Tidak ada hal yang tidak bisa aku lakukan jika berusaha. Itu yang aku pikirkan tapi melihat apa yang terjadi padaku saat ini, aku tidak yakin bisa melakukan perintah seperti itu. Terlebih harus pada Amira. 

“Nggak salah ini Jar!” 

“Lu liat sendiri kan spin dari hpnya berhenti di nama Amira, bahkan kita udah mengulangnya dan tetap sama anak panahnya menunjukkan nama Amira!” 

“Tapi kenapa harus Amira!” teriakku. 

“Li kami sudah berbaik hati untuk mengulang kembali perputaran spinnya. Kau hanya harus mengutarakan kesanmu pada amira saja, lewat telpon sepeti kami sebelumnya!” 

Aku mengehala nafas, “Apa bedanya coba!” 

“Semangat li, kau akan merasakan tertolak dengan keras seperti kami haha!” sindir Sofyan. 

Aku menghiraukan perkataanya. Beberapa kali aku coba menelponnya tapi tidak dia angkat sama sekali. aku tidak tahu seperti apa kegiatannya di kampus, karena aku kurang dekat dengannya dan hanya mengenalnya saja. Lalu sekarang aku berani menelponnya untuk mengatakan hal yang tidak jelas. Apa katanya nanti. Ku harap citraku di kelas tidak rusak karena ini. Dalam kegelisahan itu aku terus menerus menelponnya, pada percobaanku yang ke tujuh kalinya aku mendapat jawaban, “Ada apa ali, sepertinya penting. Temui aku aja di kampus di taman ya bye!” 

Suara amira begitu jelas di speker ponselku ini. dengan cepat aku menatap meraka semua,”Jangan bilang ….” 

“Yang benar saja, apa aku harus kesana juga?” Seketika semuanya mengangguk cepat. Aku lihat senyuman mereka begitu puas dengan keadaanku kali ini. Terpikirkan sedikit olehku ketika aku mengutarakan kesanku pada Amira. Sedikit membayangkanya saja kurasa sudah jelas bahwa citraku akan benar benar buruk nantinya. 

“Jangan kabur ya, saat di kampusnya!” 

“Bisa di ganti nggak, jangan Amira?” tanyaku sambil terenyum. 

Lihat selengkapnya