Ginko Starting From A Dream

Miftah
Chapter #11

Hanya Tentang Waktu

Aku masih berada di tempat ini. Tidak perlu aku jelaskan berulang kali mengenainya. Sosoknya masih tetap sama berdiri di sana menunjukan punggungnya dengan penuh percaya diri. Sesekali pakaiannya itu melambai-lambai lembut berkat angin yang mengibasnya. Tak seperti sebelumnya, aku hanya menatap dirinya dengan lembut. Memang benar aku memerlukan setiap jawaban dari perkataanya. Namun bukan berarti aku harus mengetahui jawabnnya itu langsung darinya. Memikirkan hal itu saja bisa membuatku tersenyum seketika. Aku tidak tahu seperti apa senyumanku di mata orang tapi kurasa baru kali ini aku tersenyum seperti ini berkat seseorang selain keluargaku.

“Ternyata begini juga tidak papa, rasanya begitu tenang … Benar kan?” Aku mengatakanya dengan pelan seraya menatapnya lembut di tengah keajaiaban yang kualami ini. Tidak ada siapapun di sini, serasa tempat ini hanya diperuntukan untuk kami saja. Dalam tenangnya suasana itu hatiku masih berdebar namun aku tahu aku tidak perlu keras mengejarnya. Setidaknya aku tahu bahwa aku akan selalu bersamanya di dunia ini, meskipun nanti aku akan bangun sendiri dan menjalani hari-hariku lagi. Setidaknya ada hal yang ingin aku lakukan saat ini, di situasi ini, tapi apa mungkin aku bisa melakukannya terlebih di sini aku tidak bisa bergerak sesukaku.

“Aku ingin berada di dekatnya, setidaknya berdiri di sampingnya, Aku mohon kali ini saja ya allah ….” Aku mulai menutup mataku berharap dengan hati yang tulus dan sungguh sungguh mengenai tekadku ini.

“Meski ini hanya dalam mimpi aku ingin mengulurkan tanganku untuknya, karana aku begitu menyukainya, perasaanku ini tidak bisa aku tutupi lagi!” teriakku kuat dalam hati.

Perlahan aku mulai membuka mataku. Sosok dirinya tidak lagi aku lihat di depanku. Seketika menghilang begitu saja. Lalu di saat yang sama perasaanku mulai di serang oleh rasa hampa yang dalam. Perlahan air mataku mengalir, tidak pernah aku sadari bahwa kali ini pemandangan yang kulihat saat ini berubah drastis, hingga satu suara mengejutkanku.

“Ternyata kamu bisa menangis juga ya, Ali ....” ucap seseorang di sampingku.

Sontak aku langsung melihat ke arahnya, perempuan yang aku lihat di sampingku tidak pernah berhenti membuatku merasa tenang. Siapapun juga pasti akan merasa begitu jika melihat senyuman hangatnya ini. Terlebih ucapan yang dia katakan padaku setelah senyuman itu membuatku langsung memeluknya. Kurasakan juga tanganya yang perlahan melingkar di punggunggu. Sesekali dia mengusap punggungku lembut, menenangkan diriku detik itu juga.

“Angkat kepalamu dan lihat sekelilingmu ....” ucapnya lembut di samping telingaku.

“Aku tidak bisa melihat apapun,” jawabku pelan.

“Begitukah, lalu kamu sedang mencari apa hingga mengatakan itu?” Perkataanya begitu tegas padaku. Sesaat mendengar ia mengatakan hal itu aku mulai berpikir. Hal apa yang aku lihat dan kucari hingga detik ini. Bukankah sudah jelas bahwa aku selalu memikirkan dirinya lebih dari siapapun. Sosok yang membuatku bisa menjadi seperti saat ini hanya dirimu saja. Banyak hal yang telah terjadi dan sosokmu itulah yang membuatku menjadi seperti ini. Lalu saat aku berada di pelukanmu ini, mendengar perkataanmu yang seperti itu membuatku merenung.

“Entahlah, selama ini aku hanya ingin bersamamu ….”

“Begitu ya, apa kamu yakin diriku yang sudah membawamu sejauh ini?” jawabnya tenang.

“Hehe kau menannyakan hal yang sama lagi, tentang hal kecil yang aku lupakan kan?” aku tertawa kecil, perasaanku mulai membaik kali ini. meskipun aku masih memikirha beberapa hal.

“Itu tahu, apa kau telah menemukan jawabnnya?” pertanyaan itu membuatku membeku kembali. Satu kata dariku membuatnya mengusap kepalaku dalam pelukannya. Aku masih belum paham sebenarnya apa yang ia sampaikan padaku serta arti dari setiap kisahku ini. Aku selalu memikirkanya. Bahkan, aku tak paham kenapa aku hanya bisa melangkah sejauh ini.

“Tenang saja, kau tidak perlu memikirkannya sekeras itu?” ucapnya penuh rasa percaya diri.

Tak lama dari itu, perlahan dia mulai melepaskan pelukannya. Kepalanya dia sandarkan pada dadaku. Hal yang bisa kulihat saat ini adalah kerudung putih itu dan tanganya yang aku rasakan memegang bahuku kuat. Saat itu dia tidak banyak bicara. Perlahan tapi pasti aku mulai menyadari bahwa tubuhnya mulai bersinar.

“Oi kenapa, apa yang terjadi padamu!” aku mulai panik karna perlahan sosoknya mulai membias. Aku mencoba membangunkannya namun tubuhku itu hanya menembusnya. Beberapa kali aku mencobanya bahkan ku coba untuk memeluknya kembali tapi itu hanyalah perbuatan yang sia-sia.

Lihat selengkapnya