Sudah genap satu tahun semenjak dirinya tiba di kota ini. Tidak, tepatnya negara ini. Kurasa dia mampu beradaptasi dengan cukup baik entah itu di universitas maupun di masyarakat kota. Aku masih berada di balkon apartemnku menatap langit, sudah berapa jam Ali keluar ketika kami bertemu tadi di depan pintu apartemn kami masing masing. Ya tidak ada yang berubah tapi hal hal baru akan banyak ditemui jika kau mencarinya dengan bersungguh sungguh. Aku membuka ponsel milikku. Dari ponsel itu terlihat Amira akan mengunjungi kami kemari ya aku cukup senang mendengarnya. Kurasa aku akan mengajak meraka jalan-jalan di beberapa tempat wisata yang aku tahu. Sebentar lagi adalah musim gugur pastinya tempat itu sudah mulai banyak orang yang berkunjung.
Saat siang hari itu kulihat Ali baru saja pulang dari jalan-jalannya. Dari raut wajahnya aku rasa dia baru saja selesai menangis. Aku tidak tahu kenapa dia bisa seperti itu tapi jika aku tanyapun aku tidak memilki hak untuk mengetahuinya. Namun disisi lainya perasanaaku mengatakan bahwa aku harus bertanya padanya. “Oh iya Ali di hari libur nanti apakah kau senggang?”
“Ah kalau soal itu, aku terpikirkan mau pulang ke indonesai dulu, memang kenapa kak?”
“Begitu ya, tidak apa-apa, tadinya aku ingin mengajakmu pergi ke suatu tempat. Sebentar lagi akan musim gugur aku ingin kau melihatnya juga!” Kulihat sejenak wajahnya, rautnya mulai berubah dan kini kurasa di cukup tertarik.
“Kita mau kemana emang?” Saat dia mengatakan itu dengan cepat aku menunjukan foto tempat wisata yang ingian kutuju padanya. Sebuah foto dimana terdapat taman-taman yang sangat indah. Saat aku menunjukannnya dia merasa antusias, aku mengetahui itu dari wajahnya yang berubah. Mungkin dia ingin memastikan sesuatu. Begitupun denganku aku ingin mengatkan suatu hal yang memang tidak masuk akal tapi
“Ini akan menjadi pengakuanku ….” bantinku.
Minggu itu kami berdua memutuskan untuk pergi bersama. Jika aku berpikir berlebihan mungkin perjalanan ini bisa aku anggap sebagai kencan. Ya meskipun kurasa Ali tidak akan menganggapnya seperti itu, apalagi pikiran Ali saat ini ada berada di tempat lain. Saat aku menjahilinya ketika berada di kapalpun Ali hanya tersenyum tipis. Sesekali dia hanya terkagum kagum pada keindahan tempat ini. Ya meskipun secara harpiah kita berdua belum sampai di tempat tujuan karna kami harus melewati danau terlebih dahulu untul sampai di lokasi.
Ketika kami baru menepi aku langsung menarik lenganya untuk segera pergi ke tempat tujuan. Ya aku tidak akan menyangka akan seramai ini sebelumnya, tapi ketika kami baru sampai banyak sekali pengunjung yang datang. Jika dipikirkan lagi ini pertama kalinya aku pergi bersama seorang laki laki. Ya meskipun beberapa rekan kerja maksudku dosen lainya sering kali mengajakku untuk pergi bersama ke suatu tempat. Aku selalu berpikir aku ingin mengunjungi tempat tempat itu dengan seseorang yang aku cintai. Jika aku pergi hanya untuk meladeni meraka kenangan pertama pergi ke tempat itu bukanlah dengan seseorang yang berharga bagiku. Karna itu aku bersikeras mengajaknya ke tempat ini.
“Kuharap kamu menyadarinya …” batinku.
“Oh iya Ali, mari kita sekalian berfoto aku bawa kamera baru loh, baru kemari aku membelinya!”
“Ah iya ayo kak, tentu saja!”
Setelah dipikir pikir kembali aku mengerti, kurasa aku harus lebih bekerja keras untuk menyampaikan perasanku padanya. Ya meskipun beberapa kali aku ingin mengungkapkanya tapi aku takut dia tidak akan menerimanya. Bahkan yang lebih buruknya adalah hubungan kami saat ini akan canggung. Setelah aku pikir kembali, Ali juga sampai saat ini mencintai seorang wanita yang menurutnya berharga baginya. Itu yang aku dengar dari Amira, dan saat mendengar cerita itu aku pun paham bagaimana rasanya. Ingin sekali aku juga mengatakan padanya satu hal yang selalu ingin aku katakan, “Kamu dan aku sama, orang yang kita cintai ternyata menyukai orang lain. Pada akhirnya kita tidak bisa mengatakan bahwa kita mncintainya ….”
“Tapi kali ini berbeda … Aku tidak ingin Ali menggenggam tangan orang lain,” batinku berteriak.
Sudah dari dulu aku memimpikan saat diamana aku mengatakan perasaanku pada seseorang dan orang yang aku cintai kini ada berada di sebelahku, berjalan bersamaku menyusuri keseluruhan taman ini. Aku tidak akan menyerah, sampai kamu menerimaku. Keegoisanku ini ingin aku sampaikan padamu, “Ali aku pernah bermimpi ….”
Saat aku mengatakan itu aku mulai memperagakan setiap hal yang aku lakukan di dalam mimpi, mulai dari caraku berbicara berjalan dan juga bersikap. Meskipun aku tidak tahu apa mimpi itu benar atau tidak tapi satu hal yang pasti, aku selalu memimpikanmu di dalam mimpiku. Perasaanku tulus padanya. Tidak perlu alasan untuk mengungkapakn bahwa aku menyukainya. Karna mulai dari sini semuanya akan berubah, “Gingko, sosokmu sangat indah seperti nama daun itu ….”
Akhirnya aku mengatakanya, tatapan Ali langsung tertuju padaku. Wajahnya yang terkejut itu cukup sedikit imut. Jujur saja aku sedikit berdebar-deabr sekarang. Tapi debaran itu adalah bukti bahwa aku sangat menantikan saat-saat ini, “Terkadang hidup memang selalu tidak sesuai harapan, kau boleh menangis mengungkapkan perasaanmu. Namun jangan sampai kamu telalu larut dalam kesedihan itu. Angkat kepalamu dan mulailah kembali langkahmu, setiap pemandangan dalam perjalanmu adalah pengalamanmu yang paling berharga ….”
Aku hanya diam sebentar, lalu berbalik dan tersenyum padanya. Kurasa perasaanku akan sampai padanya. Itu yang aku harapkan dengan aku mengatakan semua hal yang aku alami dalam mimpiku dengan caraku sendiri. Ali hanya menundukan kepalanya, dari banyaknya orang hanya kami berdua yang masih berada di tempat ini. Tidak berjalan seperti orang orang pada umumnya. Satu kalimat kini mulai terdengar olehku, “Kamu juga memimpikanya?”