Gio

Tri Wulandari
Chapter #9

Kesedihan Tasya belum usai

"Tas, kenapa lo gak pernah ngasih gue soal buat gue kerjain?" Tanya Gio setelah selesai membaca tabel rumus Kimia. Kemudian, cowok itu meletakkan secarik kertas tabel tadi di atas meja.

Tasya terdiam, dia melirik sekilas tapi beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gak apa-apa sih, sebelum aku kasih kamu soal. Kamu harus sudah paham dulu sama materinya."

"Gue gak sabar mau minta hadiah gue, hadiah yang udah lo janjiin. Masih inget kan?" Kini, Gio melipat kedua tangannya di meja. Kemudian, menumpu dagunya di lipatan tangan. Matanya terus menatap gadis ayu di hadapannya, yang hari ini begitu mempesona dengan dress terusan berwarna salem.

"Sabar... nanti aku kasih soal. Wait..." Tasya menjeda ucapannya. "Sebenernya, kamu niat belajar bukan karena hadiah aja kan?"

Gio mengganti posisi duduk dengan tegak, pemuda beriris coklat terang itu menyunggingkan senyum tipis. "Gue udah sering dapet hadiah. Tapi, hadiah dari lo selalu bikin gue penasaran. Apalagi, lo bilang hadiah itu gue sendiri yang boleh nentuin maunya apa. Jadi hal itu yang bikin gue ngerasa lebih semangat aja."

"Kamu serius?" Tasya mendekat, dia ikut menumpu wajahnya di lipatan kedua tangan di atas meja. Mereka saling pandang sejenak, Gio nyaman berada di dekat Tasya. Gadis itu selalu bisa mencairkan sisi kaku Gio. Gio pun kembali menumpu wajahnya, jarak mereka sangat dekat.

"Aku baru sadar mata kamu warna coklat." Tasya menyentuh barisan bulu mata cowok itu yang tersusun rapi. Gio memejamkan mata menikmati setiap sentuhan jemari lembut gadis itu. Sampai, sesaat kemudian dia membuka matanya perlahan.

Gio dapat merasakan nafas hangat Tasya yang menerpa wajahnya, tangannya pun ikut menjelajah di setiap inchi wajah cantik guru lesnya tersebut. "Dan gue baru sadar kalau—" tangan Gio perlahan menelusup ke tengkuk gadis itu. Matanya masih intens menatap lekat bibir merona alami Tasya yang menggodanya. Perlahan Gio memajukan wajahnya, Tasya tak mampu melakukan hal lain. Seolah semua syaraf dalam tubuhnya telah berhenti berfungsi. Gadis itu menurut dan diam di tempat, bahkan matanya reflek memejam saat Gio mulai mendekatkan wajahnya.

Kriiingggg.....

Gio sudah membuka setengah mulutnya tepat di depan Tasya, gadis itu membuka matanya secara cepat. Ponselnya berdering dengan kencang. Tasya mengerjabkan mata dan segera menarik kepalanya dari jangkauan anak murid nakalnya itu. Canggung, suasana mendadak sangat canggung.

Pipinya merona, dengan segera dia menjawab panggilan itu. Sementara Gio, cowok yang hari ini menggunakan hoodie berwarna putih itu mengumpat dalam hati saat perlahan menarik tangannya yang menahan tengkuk Tasya. Jika bukan karena panggilan telpon laknat itu, bibir keduanya sudah saling menyesap dan melumat satu sama lain. Gagal! Gio rasanya sangat ingin merutuki dan mengajak duel siapapun orang yang dengan sengaja menelpon dan mengganggu momen ajaib mereka tadi.

"Halo..."

"...."

"Apa? Gimana bisa Bu?"

"..."

"Oke, Tasya akan pulang. Makasih ya Bu Santi."

Perlahan Gio duduk dengan tegap, menatap Tasya yang tampak seperti tidak baik-baik saja setelah menjawab panggilan tadi.

"Ada orang ngacak-ngacak rumah kata Bu Santi—tetangga aku. Aku harus pulang cepet Gi," kata Tasya dengan raut panik. Gio yang mendengar itu lantas mengerutkan dahi.

"Siapa?" Tanyanya penasaran. Tasya buru-buru memasukkan buku dan segala macam barang-barang miliknya ke dalam tas. "Aku gak tahu," jawabnya dengan suara bergetar takut. Tubuhnya setengah bergetar. Dengan sigap, Tasya bangun dan berlari keluar.

"Tas! Tunggu! Gue anter!" Tawar Gio ikut berlari keluar dari rumah. Tasya tak menolak karena memang dia perlu sesegera mungkin untuk sampai ke rumahnya. Gio memakai helm, yang diikuti Tasya. Kemudian melaju dengan motor sport milik Gio.

Lihat selengkapnya