Tasya mengecup singkat sudut bibir Gio yang terluka karena tonjokkan depkolektor tadi. Cowok itu mematung di ambang pintu dengan raut sulit dijelaskan. Dia termangu sekaligus terkejut.
Apa Tasya sadar akan hal yang dia lakukan? Kalimat itu yang pertama terbesit di kepala Gio. Jemarinya reflek memegang sudut bibirnya yang barusan mendapat kecupan singkat dari si guru les cantiknya itu.
"Semoga cepet sembuh lukanya," ucap Tasya sambil mengelus luka itu dengan ibu jari. Dia tersenyum manis, tak peduli dengan rasa sakit dan perih di area sekitar matanya karena pukulan tadi. Berada di dekat Gio, dia merasa cukup aman dan nyaman. Pemuda itu selalu bisa membuatnya berdebar—sangat berdebar.
"Kamu harus pulang, ini udah malam. Mama kamu nanti nyariin. Oh iya, makasih ya udah banyak nolong aku." Imbuhnya lagi, Gio mengerjab cepat kemudian berdeham pelan mengatur ritme jantungnya yang tadi barusan menggila karena ulah gadis cantik di hadapannya itu.
"Hmm.. oke, gue pulang dulu." Gio memutar tubuh keluar dari sana. Dia berjalan menuruni tangga tempat kos itu, menuju tempat parkir di bawah sana. Tasya mengantarnya hingga anak tangga terakhir.
"Hati-hati, jangan ngebut ya Gi. Udah malem." Pesan gadis itu sambil tangannya melambai 'dadah'.
Gio hanya mengangguk, kemudian naik ke atas motornya setelah helm miliknya terpasang pas di kepalanya. Dia melaju perlahan, senyum kecil terbit di balik wajahnya yang tertutup kaca helm. Gio tak dapat memungkiri, jika dia memang jatuh cinta pada gadis itu. Apa Tasya tidak tahu, jika hal tadi adalah ciuman pertama Gio?
***
Hari ada ulangan bahasa Inggris, salah satu dari sekian mata pelajaran yang Gio agak pahami. Hari ini pula, dia datang lebih awal. Dan tumben sekali, tas tak berserakan di bawah mejanya. Kini loker yang disediakan sekolah ada gunanya bagi Gio. Dia meletakkan buku dan segala perlengkapan sekolahnya di loker.
Satya pula baru saja sampai, cowok berseragam maroon itu lantas menghampiri sang sahabat yang tampak lebih segar dengan raut berbeda—raut bahagia jelas terpancar—setidaknya itu yang dilihat Satya.
"Weeey!! Gak telat tumben! Abis kesambet setan mana lagi lo?" Ledeknya sambil menggeletakkan tasnya di lantai. Sesaat kemudian Satya menyadari sesuatu.
"Gi..."
"Hmm..." hanya itu balasan cowok itu. Kemudian menoleh dan tersenyum pada Satya. "Apa?"
"Astaga!" Satya melotot saat pandangan mereka bertemu. Tangan kanan cowok itu reflek memegang dada sebelah kirinya, lengkap dengan nafas yang tersengal layaknya atlet yang baru saja selesai lari marathon berpuluh-puluh kilo meter jauhnya.
Jelmaan Squidward senyum woy! Satya memekik dalam hati. Pantas saja dari tadi seperti ada aura aneh dari Gio. Rupa-rupanya, cowok itu tersenyum dari tadi. Rautnya nampak ceria, senyumnya manis semanis gulali buatan Pak Ali, dan mata berbinarnya cerah bagai matahari pagi. Ini keajaiban alam, ya ini keajaiban alam. Bagaimana bisa manusia ansos seperti Gio yang cuek, pelit bicara dan lupa caranya senyum itu tiba-tiba semringah? Apa kepala cowok itu baru saja terbentur aspal?
"Kenapa sih?" Tanyanya dengan nada lembut nan manja. Astaga! Satya kian melotot dengan detak jantung menggila. "Ahh.. jantung gue!!!"
"Masih pagi udah gila..." cibir Gio kembali duduk sambil melipat kedua tangan di dada. Bibirnya mengerucut seperti bebek lucu. Sedetik kemudian, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga menampakkan giginya yang berjajar rapi.