Jadwal mata kuliah seni rupa Tasya akan berakhir pada pukul 15.00 sedikit lebih terlambat di hari ini. Maka itu artinya, Tasya akan sedikit terlambat mengajar les Gio. Cowok itu bahkan tanpa henti mengirim spam chat pada gadis itu, Tasya tak bisa membalas karena kuliah masih berlangsung. Satu hal aturan hidupnya; jika tengah belajar, maka fokus dan lupakan soal ponsel.
Sementara Gio di sisi lain tengah menunggu guru les kesayangannya itu untuk membalas pesan singkatnya. Gio benci menunggu, mungkin Tasya tidak tahu itu.
"Tas! Bales sih! Lo di mana? Jadi ngajar les gak?" SEND. Setelah menekan ikon kirim, cowok itu menggeram pelan di kamar. Rautnya sebal, harusnya dua jam lalu gadis itu bersamanya di rumah dan mulai belajar seperti biasa. Jujur saja, Gio tak pernah merasa sesemangat ini untuk belajar. Dia sendiri tak mengerti, mengapa belajar bisa sangat menyenangkan jika Tasya yang menjadi gurunya. Atau mungkin, karena efek Gio menyukai gadis itu?
Pemuda itu menggeleng pelan, kemudian tersenyum malu saat kembali mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat Tasya mencium sudut bibirnya. Seketika jantung Gio mendadak berdegub kencang. Dia tak pernah merasa sangat semringah seperti saat ini sebelumnya.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu terketuk. Jangan-jangan Tasya, pikir Gio. Dengan segera, dia meloncat dari ranjang dan berlari menuju pintu. Sekejab, dia merapihkan rambutnya agar terlihat lebih rapi dan mempesona. Mengingat, gadis itu sangat suka mengelus atau mengacak rambutnya jika merasa gemas—selain mencubit kecil pipi.
Dengan senyum lebar, Gio menarik handle pintu. Senyum lebarnya mendadak luntur, saat sang Mama yang saat ini tengah berdiri di ambang pintu.
"Apa?" Tanya Gio malas. Sang mama hanya bisa menghela nafas, kemudian berujar, "kamu gak lupa sama malam ini kan? Ingat, setiap bulan kita mengadakannya Gio. Masa Mama harus ingetin kamu mulu."
"Males ah." Sergah cowok itu masih dengan nada malas. Yang tengah Heni bicarakan adalah sebuah acara makan malam keluarga. Lengkap antara Willy, Heni dan juga Gio. Keluarga kecil yang dulu sempat sempurna, namun hancur karena keegoisan orang-orang dewasa itu—pikir Gio. Mama dan Papanya selalu sibuk, tak ada waktu untuk saling bicara. Sekalinya ada waktu, mereka gunakan untuk berdebat dan bertengkar. Semua hal tampak kacau jika Gio ingat, bagaimana setiap hari dia selalu mendengar umpatan dan teriakan yang keluar dari mulut orang tuanya. Dan fatalnya adalah, ketika mereka sama-sama saling berkhianat. Mempecundangi keluarga demi obsesi dan hasrat masing-masing. Ketidakpuasan—entah Gio tidak tahu.
"Papa kamu sangat menunggu waktu kita, Sayang. Apa kamu gak kangen sama Papa?" Tanya Heni sambil mengelus lengan cowok itu. Gio dengan aura dinginnya pun menjawab, "gak. Gio kangen sama Tasya. Bukan sama Papa apalagi Mama."
Makjleb! Saat pintu sudah tertutup rapat yang sengaja Gio tutup. Heni merasakan nyeri pada hatinya. Anaknya dulu adalah anak yang baik, dia penurut dan sangat ceria. Tapi, semenjak perceraian konyol itu dia mendadak berubah 180° dan menjauhi semua orang. Apalagi dengan Heni—ibunya sendiri, mungkin Gio sangat membencinya.
"Kita akan ke Restoran Papamu nanti malam. Kamu bersiap-siap ya. Mama tunggu jam sembilan malam!" Pekik Heni sedikit nyaring. Sementara Gio yang tengah duduk di tepi ranjang, memilih merebahkan tubuhnya dan membenamkan bantal di telinganya. Dia tak ingin mendengar, dia benci acara makan malam yang isinya hanya suara dentingan piring dan sendok saja. Belum lagi pertanyaan konyol nan mainstream sang Papa, yang selalu menanyai soal perkembangan sekolah Gio dan selalu menuntut anak itu untuk dapat nilai bagus, bahkan peringkat di sekolah. Rasanya sangat membosankan. Ke mana Tasya? Kenapa gadis itu belum muncul juga?
Gio merasa jengah, dia memakai hoodie hitamnya dan meraih kunci motor di atas nakas. Kemudian, berjalan cepat menuju garasi.
Heni yang tengah menikmati sore sambil menyeruput teh manis di meja pun terlonjak kaget saat mendapati sang anak sudah melaju kencang dengan motornya.
"Gi! Kamu mau ke mana! Kita ada makan malam!" Pekik Heni saat motor Gio sudah melaju keluar gerbang. Gio tak peduli, dia tak menginginkan makan malam membosankan dengan mereka. Dia hanya ingin bertemu Tasya. Itu saja.