Gio

Tri Wulandari
Chapter #15

Amplop pembawa air mata

Kedekatan antara Gio dan Tasya tak terelakan lagi, pemuda itu kerap bersikap mesra pada guru lesnya tersebut. Hal yang cukup mengkhawatirkan untuk Heni, anaknya menjadi semakin pembangkang karena tak mau lagi diatur olehnya. Gio hanya mau menurut jika Tasya yang meminta atau menasehati, cowok itu hanya mau mendengarkan apapun kata Tasya. Hanya Tasya.

Spekulasi negatif kian muncul di benak Heni, semenjak gadis itu datang di kehidupan anaknya. Perilaku Gio memang berubah, entah Heni merasa anaknya kian baik atau buruk. Karena dia tak bisa 24 jam terus memantau. Hanya saja, perasaannya sebagai seorang ibu merasa tidak enak, was-was dan kerap gelisah. Semuanya karena kedekatan yang menurutnya tak wajar. Bukan antara seorang murid dan gurunya lagi, melainkan...

Tok! Tok! Tok!

Lamunan Heni mendadak terinterupsi oleh suara ketukan pintu ruangan kantornya, Alya—sekretaris pribadi Heni membuka pelan pintu, kemudian tersenyum pada atasannya tersebut.

"Permisi Bu, saya mau ngasih dokumen ini." Gadis berpotongan rambut Bob itu mengulurkan sebuah berkas yang langsung disambut oleh Heni. Wanita itu membaca perlahan dengan membuka halaman demi halaman berkas itu. Dan setelah dia membaca kertas itu, helaan nafas lolos dari mulutnya. "Bisa gak kamu bilang sama Pak Broto, saya butuh cuti buat tiga hari setelah ketemu sama klien terakhir di bulan ini?"

Alya mengerutkan dahinya, Pak Broto adalah direktur utama perusahaan ini. Namun, ketika Alya hendak buka suara Heni sudah berdiri dari duduknya dan berkata, "gak usah deh. Saya aja ngomong sendiri. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus saya urus."

Alya mengangguk patuh setelah itu, Heni segera bergegas meraih tas miliknya di meja dan melenggang keluar kantor.

"Bu! Tunggu!" Alya berbalik dan mengejar langkah lebar Heni.

"Ada apa"

"Pak Broto kan lagi ke Singapur Bu, gak bisa ketemu sekarang. Besok mungkin beliau udah sampe sini," ucap Alya dengan sopan. Kemudian Heni mengangguk isyarat mengerti. "Saya bisa atur. Makasih ya." Dengan langkah lebar, Heni melanjutkan langkahnya keluar dari area kantor.

Sesampainya di lobi kantor, Heni harus dikejutkan dengan kehadiran orang yang paling tak ingin ditemuinya saat ini. Heni memutar bola mata malas sambil membuang nafas kasar.

"Hen, kita perlu bicara." Ajak Willy yang sudah berdiri di samping mobilnya di depan area kantor. Heni diam menatap sang mantan suami yang mendadak datang tanpa memberi tahu dulu.

"Kamu mau apa ke sini? Jerry liat bisa kacau semuanya." Dengkus Heni sambil melipat tangan di dada.

"Saya datang bukan untuk kamu. Tapi untuk anak kita, Gio. Kita harus bicara sama dia. Dia menjadi pembelot seperti itu pasti karena kamu tidak bisa mendidik dia dengan baik," balas Willy tak mau kalah. Heni menurunkan tangannya, kemudian menghunus Willy dengan tatapan mengejek. "Hei! Kamu ngaca ya Mas! Kamu pikir Gio begitu ngikutin siapa? Emang siapa bapaknya dia? Kamu kan? Kenapa kamu mendadak sok perhatian sama Gio? Ada apa? Kemarin-kemarin ke mana aja hah!!"

Willy merasa lelah jika harus berdebat dengan Heni saat ini, belum lagi beberapa staff kantor yang lalu lalang memusatkan perhatian mereka kepada dua manusia yang tengah adu mulut itu.

"Sudah! Sekarang naik, kita harus bicara. Atur pertemuan dengan Gio sekarang." Titahnya egois.

Lihat selengkapnya