Gio melajukan motornya menjauh dari area restoran sunyi itu. Dia bahkan tak peduli seragam kebanggaan sekolah mahal itu basah kuyup. Dengan berani, pemuda itu menerobos derasnya hujan yang melanda wilayah dengan perasaan bertalu-talu. Orang tuanya memang egois, sejak dulu tak pernah sekalipun mereka dapat mengerti Gio. Justru sebaliknya, selalu Gio yang harus mengerti mereka? Ada apa dengan orang dewasa itu? Kenapa mereka bersikap menyebalkan begitu.
Gio menepikan motornya di depan toko yang telah tutup, di sana dia mengeluarkan ponselnya dan berniat menelepon Tasya si gadis pujaannya. Hanya Tasya yang dapat mengerti apa mau pemuda itu, hanya Tasya yang tak pernah menghakimi bagaimana buruknya sikap Gio.
Tut... tut...
Tersambung! Gio lantas bersuara setengah memekik, di dalam keadaan begini dia hanya membutuhkan Tasya saja.
"Halo... Tas?"
"Gio?" Tanya Tasya di balik sambungan telepon. "Kamu perlu sesuatu?"
"Lo di kos-an? Gue... perlu mampir," jawabnya ragu. Namun, tak ada pilihan lain. Dia tak ingin ke mana pun selain ke tempat tinggal Tasya.
"Gue ke kos-an lo ya sekarang?" Pinta Gio dengan nada terengah. Bajunya basah dan dia kedinginan, namun Gio seperti tak peduli dengan itu semua. "Gue otw sekarang..." namun suara Tasya berhasil menginterupsinya seketika.
"Gi! Aku udah pindah. Aku udah gak tinggal di tempat kos yang waktu itu kamu cariin."
"Pindah? Ke mana? Kirim lokasinya, gue mau ke sana." Kekeuh Gio masih tetap ingin datang. Meskipun, dari nada bicaranya sepertinya Tasya tak mengizinkan pemuda itu untuk singgah.
"Gi.. kamu mau apa? Yang jelas?"
"Bisa gak sih lo kirim aja alamat lo! Gak usah banyak tanya! Sampe sana nanti gue jelasin!" Pekik Gio merasa sudah tidak sabar. Dan Tasya di seberang telepon merasa sedikit terlonjak dengan suara nyaring pekikan pemuda itu. Guratan di sepanjang dahinya tercetak jelas, ada apa dengan pemuda itu? Kenapa mendadak emosional sekali? Biasanya, dia bahkan tidak akan berani membentak Tasya.
"Oke.. tunggu." Tasya mendesah pasrah. Dia tak ingin Gio datang ke tempat tinggalnya yang sekarang, begitu kumuh dan tak layak huni. Tasya tak ingin Gio marah dan kecewa padanya karena pindah tanpa memberi tahu. Namun, hanya dengan begini dia bisa menjalani hidupnya yang miskin. Tasya masih punya tanggungan kuliah, dan menyewa tempat kos dengan biaya mahal hanya akan semakin menyulitkannya saja. Tak lama setelah itu, ponsel Gio berdenting. Pesan chat kiriman lokasi dari Tasya sudah dia baca. Dan tanpa menunggu lama, Gio langsung tancap gas menuju lokasi itu. Tak jauh dari posisinya saat ini, dan sebuah pertanyaan sempat terbesit seketika di kepala Gio. Kenapa Tasya pindah dari tempat yang waktu itu?
***