Giok Langit

Adidan Ari
Chapter #1

Bab 1 : Hari Beruntung

Mereka berpikir malam ini akan jadi awal dari kejayaan. Mereka berpikir malam ini akan punya segunung harta yang nanti digunakan untuk membangun istana di pesisir timur guna mengokohkan wilayah kekuasaan. Mereka berpikir malam ini akan penuh dengan suka cita, berpesta sampai pagi dan tidur bersama wanita-wanita cantik.

Akan tetapi, itu hanya apa yang mereka pikir.

Kenyataan yang tersaji jauh daripada itu.

Sebuah pengkhianatan licik dari kelompok yang awalnya dikira sebagai rekan, kini membelot kepada para pendekar dan bersikeras menghancurkan mereka.

Long Wei memutus tali kapal yang tertambat di dermaga, bahkan sebelum ayahnya menurunkan perintah.

“Mundur!” teriaknya. “Kembali ke air. Menjauh dari daratan.”

Belasan anak buah ayahnya yang belum sempat naik ke kapal segera melompat. Beberapa yang masih tertinggal harus berenang menerjang arus sungai Bai He sejauh beberapa kaki sebelum naik dengan susah payah.

“Tembakkan anak panah!” Long Wei berteriak lagi melihat perahu-perahu mulai mengejar. “Bentangkan layar. Cepat! Cepat!”

Layar hitam yang bertuliskan “Hantu Samudra” dan ditulis menggunakan tinta putih berkibar tertiup angin menuju ke laut lepas.

Long Wei menghampiri ayahnya yang mengamati dalam diam di buritan kapal.

“Ayah, orang-orang Zhu tidak mau melepaskan kita.”

Ayahnya memukul pagar pembatas kapal. “Bedebah. Pengkhianat!” katanya geram. “Terus berlayar ke timur, ke laut lepas.” Meskipun demikian, Long Jian, ayah Long Wei tahu kalau tak ada pilihan selain melawan karena mereka sudah terkepung. Perahu-perahu kecil bisa mengejar lebih cepat.

Sebelum Long Wei berbalik untuk melaksanakan perintah, tiba-tiba terdengar suara keras disusul robohnya salah satu tiang kapal. Long Wei memekik ngeri ketika melihat siapa yang telah meruntuhkan tiang sebesar itu. Di belakangnya, Long Jian menggeram.

“Tangan Maut, kau pendusta!”

Orang itu berdiri di atas tiang kapal yang patah, dikepung oleh anak buah Long Jian yang telah siap dengan golok dan tombak. Namun, si Tangan Maut mengeluarkan kekehannya yang menyebalkan.

“Aku tak mau mendengar itu dari mulut bajak laut rendahan.”

Long Jian mencabut pedang besar dan melompat, tubuhnya melayang seperti burung raksasa. Di sisi lain si Tangan Maut terkekeh makin keras, ikut melompat pula.

Bentrokan di udara menciptakan gelombang kejut yang menyebar ke segenap penjuru. Beberapa orang yang terlalu dekat sampai jatuh terduduk karena tak kuat menahan tabrakan tenaga dalam mereka.

Tubuh keduanya melayang turun. Tepat setelah menjejak geladak kapal, mereka kembali saling terjang.

“Wei ji (anak Wei) hadapi mereka!”

(Akhiran “-ji” saat memanggil seorang anak biasa dilakukan orang tua untuk menunjukkan kasih sayang dan keakraban mereka.)

Long Wei menoleh, ternyata orang-orang dari bajak laut “Iblis Laut” telah naik ke lambung kapal.

Lihat selengkapnya